Oleh : Almudatsir Z Sangadji (Anggota KPU Provinsi Maluku)

Pemilu 2024 memiliki kompleksitas dan karakteristik sedikit berbeda dari 12 kali Pemilu sebelumnya. Pemilu ini dari sisi penjadwalannya akan beririsan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilihan serentak nasional untuk memilih 33 pasangan calon pemimpin daerah tingkat provinsi dan 508 pasangan calon pemimpin daerah tingkat kabupaten/kota.

Sesuai keputusan DPR, Pemerintah dan penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP),  pemungutan suara Pemilu akan dilakukan 21 Februari 2024, dan pemungutan suara Pemilihan serentak nasional 27 November 2024. KPU sendiri pernah mengusulkan tahapan penyelengaraan Pemilu dan Pemilihan selama 30 bulan,  yang akan dimulai dari September 2021 dan berakhir pada Februari 2025. 

Sesuai perkembangan RDP antara DPR , Pemerintah dan KPU, Bawaslu, dan DKPP, akhirnya disepakati tahapan penyelenggaraan Pemilu 25 bulan. Pasal 167 ayat (6) UU 7/2017 tentang Pemilu menyatakan tahapan penyelenggaraan Pemilu  dimulai paling lambat 20 bulan  sebelum hari pemungutan suara.  Kapan hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU sebagaimana disinyalir Pasal 167 ayat (2) UU.

Berdasarkan Pasal 167 ayat (6) UU, maka jarak 25 bulan tahapan itu, dihitung sampai dengan atau sebelum  hari pemungutan suara.  KPU kemudian merencanakan jadwal tahapan akan dimulai 21 Januari 2022 dan pemungutan suara akan dimulai 21 Februari 2024. Sedangkan simulasi jadwal tahapan secara keseluruhan, termasuk dengan rekapitulasi, Pilpres putraran kedua, sengketa, dan penetapan hasil Pemilu, akan berakhir pada Oktober 2024.

Artinya secara terjadwal  tahapan penyelenggaraan  Pemilu  terdapat 2 kategori. Pertama, pengtahapan Pemilu sesuai ketentuan Pasal 167 ayat (6), yakni paling lambat 20 bulan sebelum pemungutan suara. Dan yang kedua, yakni jadwal pengtahapan Pemilu sampai dengan selesainya penetapan hasil dan peresmian hasil Pemilu.

Simulasi jadwal KPU untuk memenuhi Pasal 167 ayat (6) UU adalah  tidak menggunakan waktu paling lambat 20 bulan, namun menjadwalkan 25 bulan sebelum pemungutan suara, dari 21 Januari 2022 s/d. 21 Februari 2024 . Sedangkan jadwal tahapan keseluruhan akan berawal dari 21 Januari 2022, dan berakhir pada Oktober 2024 atau setara 32 bulan.

Sesuai Pasal 167 ayat (2) UU menyebutkan KPU akan menetapkan hari, tanggal dan waktu pemungutan suara Pemilu dengan Keputusan KPU. Terdapat dua keputusan KPU yang akan berkaitan dengan hal ini, yakni Peraturan KPU mengenai tahapan, program dan jadwal, dan Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitngan Suara. 

Peraturan KPU  tentang jadwal dan tahapan akan menjadi regulasi induk jadwal semua tahapan, dan akan diatur waktunya secara operasional dalam Peraturan KPU lainnya dalam setiap tahapan. Dalam hal ini tanggal dan waktu pemungutan dan penghitungan akan diatur kembali  lebih teknis dan operasional dalam Peraturan KPU mengenai pemungutan suara.

Karakteristik Pemilu 2024

Ada beberapa karakteristik Pemilu 2024, yang secara unik dan khas dibedakan dengan Pemilu sebelumnya.  Pertama, dari sisi waktu penyelenggaraannya. Pemilu 2024 diselenggarakan pada tahun yang sama dengan Pemilihan 2024. Pemilu dilaksanakan 21 Februari 2024, sementara Pemilihan 27 November 2024.  Hasil Pemilu 2024 akan dijadikan syarat pencalonan dalam Pemilihan dengan jarak yang sangat pendek.

Penetapan kursi  hasil Pemilu 2024 sekitar Mei-Juni, sedangkan pengumuman dan pendaftaran paslonn dalam Pemilihan sekitar Agustus – September 2024. Parpol akan memiliki waktu yang sangat terbatas dalam memutuskann calonnya, dalam mengikuti Pemilihan.  Apalagi parpol akan mengajukan calonnya untuk mengikuti 33 Pemilihan tingkat Provinsi dan 508 kabupaten/kota.    

Kedua, verifikasi parpol peserta Pemilu  lebih dimaksimalkan pada Pemilu 2024. KPU mengalokasikan tahapan persiapan pendaftaran parpol selama 120 hari, dan tidak lagi melakukan verifikasi faktual terhadap parpol yang lolos ambang batas 4 % hasil Pemilu 2019.  Selama 120 hari itu parpol  akan menginput persyaratannya sebagai calon peserta Pemilu melalui aplikasi Sipol.  Tidak seperti tahapan Pemilu 2019,  tidak terdapat cukup waktu tahapan persiapan, karena UU Pemilu disahkan 2 har sebelum dimulainya tahapan Pemilu.

Ketiga, sebagian atau seluruh tahapan dapat berlangsung dalam situasi pandemi Covid-19. Karena itu perlunya adanya payung hukum penyelenggaraan Pemilu dalam situasi pandemi. Hal ini menjadi penting, karena hanya Pemilihan yang pernah dilaksanakan dalam situasi pandemi, sehingga telah memiliki paying hukum baik melalui UU 6/2020 maupun Peraturan KPU-nya. Sedangkan Pemilu belum memiliki paying hukum dan aturan teknis, berkaitan dengan hal tersebut.

Opsinya jika tidak terjadi perubahan UU Pemilu berkaitan dengan hal tersebut, dapat diatur melalui mekanisme open legal policy melalui Peraturan KPU. Hal ini dimungkinkan karena dalam membahas dan menetapkan Peraturan KPU, KPU juga berkonsultasi dengan DPR (dan Pemerintah) sebagai pembuat UU.  Melalui kebijakan open legal policy, KPU dapat mengatur hal yang tidak diatur dalam UU untuk diatur dalam Peraturan KPU.

Pengisian dengan opsi ini sedikit berbeda dengan cara pengisian  kekosongan norma dalam Pemilihan 2020, karena kekosongan norma soal penyelenggaraan Pemilihan dalam situasi pandemi dilakukan dengan terbitnya  Perppu 2/2020, yang dijadikan acuan dalam pembuatan Peraturan KPU. Bahkan dalam masa sidang berikutnya Perppu tersebut diterima DPR dan disahkan menjadi UU 6/2020.

Keempat, beban penyelengara ad hock. Pemilu 2019 menjadi Pemilu dengan beban kerja penyelenggara ad hock yang cukup tinggi dan beresiko. Sesuai data KPU terdapat 722 penyelenggara meninggal dunia, dan 798 sakit. Angka jauh lebih besar dari Pemilihan 2020 yang diselenggarakan dalam situasi pandemi, karena  hanya 117 meninggal dan 153 sakit.

Dalam mengurangi beban penyelenggara ad hock KPU  berencana menyerdehanakan surat suara dari 5 menjadi 2 atau 3 surat suara. KPU juga sedang merancang inovasi  teknologi sistem infomasi yang dapat memfasiltasi dan membantu  teknis kerja-kerja penyelenggara, termasuk badan ad hock, seperti Sirekap dan Sidalih.    

Optimisme  KPU

Sebagai pelaksana UU KPU optimis melaksanakan Pemilu 2024 dengan dukungan semua pihak. Karena itu  KPU akan menyiapkan  segala halnya dengan baik, termasuk menyelenggarakan Pemilu dalam situasi pandemi. 

Anggota KPU Hasyim Asy’ari  menuturkan KPU  pengalaman Pemilu 2019 dan Pemilihan Serentak  2020 akan dijadikan  sebagai salah satu rujukan  untuk merumuskan kebijakan  yang akan diterapkan dalam Pemilu 2024.  

“Misalnya, pandemi masih berlangsung, meski kita berharap segera berakhir, namun apapun  harus diantisipasi, maka KPU memperhitungkannya dengan istilah manajemen resiko  atau mitigasi yang perlu dipersiapkan,” ujarnya  dalam keterangan resmi dikutip Bisnis.com (11/8).

KPU juga menepis isu Pemilu 2024 akan diundur tahun 2027. Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan Pemilu dan Pemilihan 2024 dilaksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Pada pasal 167 ayat (1) UU 7/2017 dan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 pada prinsipnya mengatur bahwa Pemilu  dan  Pemilihan Serentak nasional akan diselenggarakan pada tahun 2024,” tegas Ilham (18/8) di Jakarta.  

Sebagai catatan KPU berhasil menjawab pesimisme publik dalam penyelengaraan Pemilihan 2020 pada 269 daerah di tengah pandemi, dengan kepatuhan penerapan protokol kesehatan yang cukup tinggi. Survei Syaiful Mudajani Research dan Consulting (SMRC), 9 – 12 Desember 2020 menemukan sebanyk 96 % – 97 % Pemilih menerapkan protokol kesehatan memakai masker dan menjaga jarak saat pemungutan suara. Sebanyak 95 % petugas TPS memakai masker,  94 % memberikan sarung, dan 96 % menyediakan tempat  cuci tangan.

Selain itu Pemilihan 2020 dalam masa pandemi  mencatatkan angka partisipasi Pemilih sebanyak 76,09 %  lebih tinggi dari Pemilihan 2015 yang hanya 69,06%.  Tentu saja kesiapan dan kesuksesan Pemilu 2024 akan sangat bergantung pada evaluasi Pemilu 2019  dan Pemilihan 2020 serta proyeksi kebijakan dalam Pemilu 2024.  Sebab Pemilu 2024  memiliki tantangan  tersendiri, baik dari sisi kebijakan penyelenggaraannya, pelibatan stakeholder maupun pengendalian pandemi. (**)