BERITABETA.COM, Ambon – Penanagnan kasus pembalakan liar (illegal logging), Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, kandas bahkan “tenggelam” di meja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Maluku Papua.

Faktanya, berkas perkara tersangka Imanuel Qudaresman alias Yongki, Direktur CV. Sumber Berkat Makmur (SBM), belum juga rampung. Meski begitu, pihak PPNS Balai Gakkum LHK Maluku Papua belum menjelaskan apa alasan mereka, sehingga berkas perkara tersangka belum di limpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Timur atau SBT.

Pegiat Antikorupsi Ilham Souwakil mengkritik kinerja PPNS LHK yang lamban mengusut kasus tersebut. Sebab, Imanuel Quedaresman, Direktur CV. SBM telah ditetapkan sebagai tersangka oleh PPNS Gakkum pada 18 Maret 2020 lalu.

“Barang bukti (barbuk) termasuk keterangan para saksi terkait perkara tindak pidana kejahatan kehutanan itu kan sudah diperoleh PPNS Gakkum LHK Maluku Papua. Kenapa penanganannya kini lamban, sebenarnya apa kendala PPNS? jangan mengulur waktu dong. PPNS harus beri kepastian hukum,” pinta Ilham Souwakil, Pegiat Antikorupsi, kepada beritabeta.com Jumat (12/03/2021) di Ambon.

Dia mendesak PPNS Gakkum LHK segera menyelesaikan rangkaian penyidikan utamanya merampungkan berkas perkara tersangka Imanuel Quedaresman untuk diserahkan ke Kejari SBT, agar perkara ini bisa diproses selanjutnya di pengadilan.

“Selaku penegak hukum (PPNS Gakkum LHK) harus jujur dan professional menangani kasus kejahtaan kehutanan. PPNS jangan diam! Sebab yang terjadi di Sabuai itu sudah jelas, ada pembalakan liar bahkan terjadi kerusakan hutan. Masyarakat pemilik ulayat dan negara otomatis dirugikan,” tegasnya.

Apalagi, lanjut Ilham, pihak PPNS sendiri pada 2020 lalu telah berjanji untuk melakukan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) perkara ini. “Nah, PPNS kapan lakukan tahap II perkara ini?” tanya dia.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Maluku Papua, telah menetapkan Direktur CV. SBM, Imanuel Quedaresman, sebagai tersangka illegal logging pada Rabu 18 Maret 2020 lalu.

Seterusnya PPNS Gakkum menitipkan (tersangka) untuk ditahan pada rumah tahanan Polda Maluku di Kota Ambon. Tapi beberapa waktu kemudian, tersangka ditangguhkan, seterusnya dijadikan tahanan kota.

Bos CV. SBM itu dijerat dengan Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.  

Asal tahu saja, dalam proses penyelidikan hingga penyidikan sejumlah barang bukti telah dikantongi pihak PPNS Gakkum LHK. Barbuk itu diantaranya, 2 unit bulldozer merek Caterpillar, 1 unit alat berat loader merek Komatsu, serta 25 batang kayu bulat gelondongan dengan berbagai jenis dan ukuran.

Gelondongan kayu itu ditengarai merupakan hasil pembalakan liar pihak CV. SBM di hutan milik masyarakat adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten SBT, setelah perusahaan ini mendapat ijin dari Pemkab SBT untuk membuka perkebunan Tanaman Pala.

Beberapa waktu lalu, Yosep Nong, Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku Papua kepada wartawan mengaku CV. SBM mendapat Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) sejak tahun 2018. IPK itu diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku atas nama Gubernur Maluku (saat itu Said Assagaff).

Sialnya, di lapangan pihak perusahaan justru tidak melakukan penanaman anakan Pala. Mereka sebaliknya lakukan penebangan secara liar. Perusahaan ini bahkan memanfaatkan kayu di luar area IPK, serta masuk ke hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan produksi yang dapat dikonversi.

Yosep Nong membenarkan sebanyak 50 batang kayu gelondongan yang berukuran panjang 15 meter, diameter 40 - 50 centimeter, termasuk alat berat milik perusahaan sudah diamankan oleh Gakkum LHK.

Kasus ini sempat sorotan DPRD Provinsi Maluku. Mereka sempat lakuan paripurna dan turun langsung ke lapangan (hutan Sabuai). Dari hasil paripurna DPRD Provinsi Maluku, bahkan rekomendasi perusahaan untuk IPK akan diperpanjang.  Sedangan, IPK hanya diperpanjang hanya satu kali.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian LHK RI, Rasio Ridho Sani, kepada wartawan beberapa waktu lalu menegaskan, pemberantasan pengrusakan hutan dan illegal logging merupakan tugas prioritas Kementerian LHK untuk ditumpas.

Diakuinya, kejahatan kehuatnan (pembalakan liar) di wilayah Maluku, Papua serta beberapa daerah lainnya di Indoensia, masih mudah dan marak terjadi.

“Kami telah menindak 373 kasus illegal logging. Kejahatan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi selebihnya mengancam keselamatan manusia, dan mengganggu kesimbangan alam,” tandasnya.

Rosin sepakat pelaku kejahatan pengrusakan hutan dan lillegal logging itu patut untuk dihukum seberat-beratnya.

"Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Kami sangat serius dan tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan illegal logging,"tambah dia.

“Mereka (pelaku) harus ditindak tegas. Kejahatan seperti ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Mencari keuntungan dengan cara merugikan negara, mengorbankan lingkungan serta keselamatan masyarakat adalah kejahatan yang luar biasa,” tegasnya.  (BB-SSL)