Ketika Sosial Media Jadi Pijakan Info Covid-19
Oleh : Iskandar Pelupessy (Pemerhati Masalah Sosial)
RAKYAT seperti diadu domba dengan coronavirus disease -19 (Covid 19). Sedih, marah mungkin itu yang ada dalam diri kita menyaksikan simpang-siur informasi pandemi ini yang entah kapan berakhir.
Bak sebuah gunung es, wabah ini menyimpan seribu tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Riuh Covid-19 dengan berbagai macam simpang siurnya semakin heboh setelah kasus di Manado viral soal pihak rumah sakit menyogok keluarga pasien buat pemakaman yang kemudian dibantah.
Sosial media seakan menjadi literasi mutlak masyarakat atas hingga bawah tanpa di filter lagi. Informasi Manado yang beredar massif di facebook dan grup-grup WhatsApp seakan-akan memuat fakta atas berbagai kejadian-kejaduan unik sebelum-sebelumnya tanpa ditelaah lebih lanjut.
Info Covid-19 sebagai sebuah konspirasi didrop secara massif di Facebook dan WhatsApp grup (WAG), dengan berbagai kejadian-kejadian yang sengaja dihebohkan. Facebook dan WAG menjadi media literatur pasti bagi masyarakat pada akhirnya.
Padahal kejadian Manado seperti dikutip dari Manado Post, Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih, dr Frangky Kambey menyatakan, isu menawarkan uang sogok kepada keluarga pasien, tidak benar. Menurutnya setiap pasien yang masuk RS, baik ODP, PDP, dan positif Covid-19, langsung dinotifikasi ke Gugus Tugas Kota Manado dan Pemprov Sulut. Apabila pasien meninggal, juga diberi tahu ke Gugus Tugas.
Menurutnya ada protokol yang dilakukan jika pasien meninggal. Yakni protokol jenazah, karena situasi wabah. “Di RS kami, yang meninggal ada pasien yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Muslim, Budha, dan Hindu. Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama Islam. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.
Di pasal 7 katanya, disebutkan jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang beragama muslim. Biasanya pihak rumah sakit memberikan insentif kepada yang memandikan, mengkafani, dan mensalatkan jenazah Rp 500 ribu per orang.
Mengingat mereka menanggung resiko yang besar, dalam hal tertular, maka juga harus menggunakan APD level 3. Lanjut Kambey, kebetulan yang terjadi adalah yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan hanya satu orang, biasanya tiga. Sehingga petugas RS melaporkan, ada dua insentif yang tertinggal. Sehingga dia menginstruksikan, berikan saja ke siapa saja yang disitu. Kebetulan yang ada di situ keluarga.