BERITABETA.COM, Namlea – Puluhan mahasiswa asal Kabupaten Buru yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPR), mendesak Gubernur Maluku Murad Ismail agar menghapus pemberlakuan rapid test antigen bagi setiap pelaku perjalanan dari Kota Ambon ke Kota Namlea, Kabupaten Buru.

Kebijakan ini,  oleh mahasiswa dinilai memberatkan masyarakat. AMPR juga meminta jika kebijakan ini tetap dipertahankan, mereka akan mendesak Pemerintah Kabupaten Buru dan Gubernur Maluku agar mengratiskan biaya rapidtest antigen.

Desakan itu mengemuka dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan AMPR di Kantor Dinas Kesehatan dan Gedung DPRD Kabupaten Buru, Selasa siang (29/6/2021).

Aksi ini dilakukan dengan  aksi membakar masker di depan Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Buru.

Usai membakar masker, puluhan mahasiswa itu berorasi secara bergantian menyampaikan tuntutan serta pandangan mereka terkait pandemi Covid-19.

"Seng ada Covid di Namlea," teriak salah seorang pendemo.

Mereka juga membakar ban bekas di depan pintu masuk Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Buru. Pendemo juga menumpuk ban bekas di teras depan pintu masuk Gedung DPRD Kabupaten Buru.

Rencana aksi bakar ban di Gedung DPRD ini tidak jadi dilakukan, setelah Ketua DPRD Buru M. Rum Soplestuny dan sejumlah wakil rakyat menemui para pendemo.

Ketua HMI Cabang Buru, Indirwan Souwakil menilai harga rapid test antigen di Pulau Buru masih sangat mahal sehingga sangat memberatkan warga.

Awalnya ditetapkan Rp.300 ribu sejak Nopember tahun 2020 lalu. Masih lebih mahal dari yang dipatok Pemerintah Pusat sebesar Rp.275.000.

Kemudian oleh Pemkab Buru diturunkan menjadi Rp.200.000 dan mulai berlaku tanggal 28 Juni 2021.  Namun harga tersebut juga dianggap tetap terlalu mahal serta sangat memberatkan masyarakat kecil.

Indirwan Souwakil dan sejumlah rekannya, mendesak agar biaya tersebut   digratiskan atau dihapus saja karena kebijakan itu dinilai tidak merata di seluruh Maluku.

“Dari Ambon ke Pulau Seram, Haruku, Nusalaut, Saparua tidak dikenakan kewajiban seperti Ambon ke Buru dan sebaliknya,” teriak mereka.

Selama berdemo di DPRD, para pendemo juga meminta dihadirkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buru, Ismail Umasugi dan Sekertaris Gugus Covid-19, Azis Tomia yang kebetulan juga hadir di sana.

Sekertaris Satgas Covid-19  Kabupaten Buru Azis Tomia  di hadapan pendemo menjelaskan, kewajiban rapid antigen untuk pelaku perjalanan diatur dari pusat dan ditindaklanjuti oleh Gubernur Maluku.

Secara pribadi, ia juga berharap agar wajib rapid antigen ditiadakan sama seperti dari Ambon ke Pulau Seram dan sebaliknya. Namun, kata dia,  kewenangan itu tetap ada di tangan Gubernur Maluku, sehingga ia meminta untuk sama-sama berjuang agar keinginan masyarakat itu didengar oleh Gubernur Maluku.

Menyoal keinginan dibebaskan biaya rapid antigen,  Tomia maupun Kadis Kesehatan mengaku tidak dapat menyanggupinya, karena kegiatan rapid di klinik dan apotik swasta itu murni dibiayai dan dimodalin swasta.

Sedangkan Ketua DPRD Buru, M Rus Soplestuny mengaku menyambut baik tuntutan para pendemo, soal penghapusan wajib test rapid Namlea - Ambon PP dan digratiskan biaya rapid test antigen.

Ia menambahkan, tuntutan ini akan dibicarakan DPRD Kabupaten Buru dengan Gugus Tugas dan Kadis Kesehatan setempat, sehingga dapat dicari jalan keluar yang terbaik.

"Keinginan adik-adik soal penghapusan wajib rapid tes antigen atau minimal bebas biaya kalau masih tetap berlaku akan disuarakan,"janji Rum Soplestuny.(*)

Reporter : Abd T Ohorella

Editor : Redaksi