BERITABETA.COM, Namlea – Satuan Gugus Tugas Covid-19, Kabupaten Buru terus gencar melakukan uji Rapid Test kepada sejumlah orang yang diduga dekat dengan pasien 01 Buru dan juga beberapa rekannya di Kabupaten Buru.

Rapid Test ini dilakukan dalam proses tracing sebagai upya waspada dan juga memutus  mata rantai penyebaran Covid 19 di tengah  masyarakat.

“Kalau kita harus menunggu pemeriksaan PCR,  terlalu lama. Bisa-bisa virus ini sudah duluan menyebar ke masyarakat tanpa kendali. Sementara kita tidak bisa isolasi orang tanpa alasan. Rapid Test yang memberi petunjuk siapa yang harus kita isolasi agar penyebaran virus dapat terkendali,” jelas Jubir Satgas Covid 19 Kabupaten Buru kepada para wartawan, Minggu (26/4/2020).

Sampai berita ini naik cetak sudah terkonfirmasi ada tujuh orang yang hasil Rapid Test yang bereaksi positif di Kabupaten Buru. Dimulai dari mahasiswa NTT, yang diuji tanggal 8 April lalu. Mahasiswa asal NTT ini hasil PCR-nya  sudah diumumkan tanggal 17 April lalu dan terkonfirmasi positif.

Dua rekan seperjalanan Pasien 01 Buru ini juga telah diambil hasil Rapid Test tanggal 14 April lalu juga bereaksi positif, berinitial WW dan JW. Di tanggal 14 April itu, ada tiga mahasiswa yang datang juga dari zona merah AA (Malang), ARM (Solo) dan MR (Bogor) saat dirapid test hasilnya juga bereaksi positif.

Masih di tanggal yang sama, rekan Pasien 01 yang berinisial IN alias EL, hasil rapid testnya diragukan tim kesehatan. Dua lainnya yang datang dari Surabaya berinitial MZ dan dari Makassar berinitial HA hasil rapid test-nya diragukan.

Karena itu, saat dilakukan pengambilan swab tenggorokan di Namlea tanggal 20/21 April lalu, tidak hanya dilakukan terhadap WW, JW, AA, ARF dan MM, tapi turut disertakan EL, MZ dan HA.

Turut diambil sampel swab satu rekan kontak pasien 01 berinitial FN. Walau hasil uji rapid testnya negatif, ia turut diuji lewat PCR guna memastikan tidak tertular saat selalu  dengan rekannya itu  di Namlea.

Dari tracking klaster pertama teman seperjalanan dengan Pasien 01 pada tanggal 22 April lalu terhadap 16 mahasiswa yang sama-sama datang dari Jakarta,  di Kecamatan Waelata, Kecamatan Kolongquba dan Kecamatan Airbuaya, tim kesehatan memastikan dari terperiksa ini, sebanyak 15 mahasiswa dalam kondisi sehat.

Sedangkan salah satu mahasiswa yang beralamat tempat tinggal di Kampung Waekase II, Desa Waekase, Kecamatan Airbuaya dievakuasi dan jalani karantina di Namlea, karena hasil rapid testnya juga bereaksi positif.

Tercatat, GW orang keenam di Kabupaten Buru yang hasil rapid test bereaksi positif.  Namun saat tracking lanjutan terhadap keluarga dekat EL dan keluarga GW, tim kembali menemukan fakta kalau bapak dari EL berinitial JL, hasil rapid testnya juga bereaksi positif, sehingga ia orang ketujuh yang terbaca bereaksi positif.

Ada empat mahasiswa yang turut masuk dalam tracing klaster pertama, teman Pasien 01 yang berada di Kecamatan Fenalisela, hingga kini masih belum berhasil diuji ulang dengan Rapid Test. Keempatnya masih menetap di kampung halaman ortu di Rana.

Satu mahasiswa lagi yang masuk dalam daftar tracing berinitial SN, belum diketahui jejaknya untuk di-Rapid Test ulang tanggal 22 April lalu, pascarekan mereka positif Corona.

Sementara itu, Nani Rahim menjelaskan, dengan penggunaan Rapid Test minimal dapat membantu mengarahkan petugas kesehatan dalam tatalaksana bagi pasien tersangka covid-19.

“Jika terjadi perburukan gejala pada ODP/PDP maka harus segara dibawa ke Puskesmas/RS. Sebaliknya jika tidak terjadi perburukan gejala, maka cukup dilakukan pemantauan dan mengulang pemeriksaan RDT pada 7-10 hari kedepan,”tutur Nani Rahim.

Dipaparkan, adapun jika hasil rapid test negatif, ada beberapa kemungkinan: 1) Benar-benar tidak terjadi infeksi atau 2). Kondisi pasien kurang responsive sehingga belum terbentuk antibody atau pasien dengan kadar antibody yang rendah .

Sedangkan jika rapid test positif ada beberapa kemungkinan :1).Pasien memang terinfeksi covid-19 / SARS COV-2 virus, atau 2).Kemungkinan reaksi silang dengan virus corona yang lain seperti : SARS-Cov MERS-Cov, Human pathogenic-cov (HCov), atau virus DBD.

“Oleh karena itu perlu konfirmasi dengan PCR,”tandas Nani Rahim.

Dengan memahami konteks pemeriksaan lab covid-19 tadi, maka perlu merumuskan langkah. “Tidak mungkin hanya mempertahankan metode PCR tapi juga tidak bisa serta merta mengandalkan Rapid Test”sambungnya lagi.

Kata Nani Rahim, pemeriksaan Covid-19 tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi Trace- Test-Treatmen. Namlea masih merupakan daerah dengan tingkat transmisi  yang relative rendah, dan strateginya masih difokuskan pada mereka yang telah dinyatakan berstatus  PDP, ODP atau OTG.

“Sehingga Diterapkan strategi tracking pada kelompok berisiko, diikuti test/lab dan treatment atau pengobatan sesuai tingkat risikonya,”jelas Nani Rahim (BB-DUL)