BERITABETA.COM – Gempa bumi 6,8 magnitude yang mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya pada 26 September 2019, telah menjadi menyisakan banyak perubahan yang menimpa seluruh warga korban gempa di daerah ini.

Kejadian yang tiba-tiba, tak terduga, tak dapat dicegah mengakibatkan syok berkepanjangan. Kondisi inilah yang membuat terjadinya masa transisi.   Kehilangan, kerusakan, perpindahan merupakan pengalaman tiba-tiba yang dapat menimbulkan syok, tekanan, kecemasan, rasa bersalah bahkan trauma. Bila berkelanjutan dan tidak ditangani,  dapat berujung pada gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Lebih parah lagi kondisi ini juga dirasakan anak-anak korban gempa dengan rasa  trauma, dan ketakutan yang mendalam. Kebanyakan dari mereka belum sepenuhnya pulih. Upaya penyembuhan ini kemudian menjadi priortas yang kini dilakukan oleh puluhan Mahasiswa Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon.

“Dari hasil asesmen di lapangan, para pengungsi di beberapa titik yang hampir mayoritasnya adalah anak-anak banyak yang mengalami trauma akibat gempa bumi. Untuk itu  kita menjangkau mereka dengan melakukan pendampingan psikososial,” kata Ketua Managemen Sumber Perairan (MSP) Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Umar Lessy dalam rilisnya yang diterima beritabeta.com, Sabtu sore (5/10/2019).

Menurut Lessy, kegiatan ‘trauma healing’ ini dipusatkan di lokasi pengungsian yang terletak di kawasan hutan, Desa Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah,  Jumat (4/10/2019).  Lokasi ini dipilih karena belum ada kegiatan ‘trauma healing’ yang dilakukan di sana.

”Kita telah berupaya dengan menyentuh anak –anak pengungsi dan terus mengajak mereka dengan serangkaian hiburan edukatif melakukan permainan cegah bencana melalui media edukasi,” paparnya.

Umar Lessy menambahkan,  kondisi anak- anak di Maluku saat ini, banyak  terganggu secara psikologis, sehingga mereka sangat membutuhkan penanganan intensif dalam hal menghilangkan dan meringankan beban  psikis yang di alami.

“Ini yang harus dilakukan, karena masih banyak anak yang mengami trauma,” ungkapnya. (BB-DIO)