Nekat Jadi Badut Hibur Pengungsi, Ini Cerita Dr. Stevin Melay
BERITABETA.COM– Kamis pagi 26 September 2019 menjadi hari yang cukup berat dilalui masyarakat di Pulau Ambon dan sekitarnya. Tak ada yang menyangka gempa bumi berkekuatan magnitude 6,5 datang menguncang Pulau Ambon dan sebagian Pulau Seram, Maluku.
Hampir dua pekan berlalu, Selasa (8/10/2019) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada sebanyak 39 orang dinyatakan meninggal dunia. Sementara, korban luka—dari berat hingga ringan—sebanyak 1.578 jiwa dan jumlah pengungsi mencapai 170.900 jiwa.
Jumlah rumah rusak berat terdampak gempa mencapai 1.273 unit, rumah sedang sebanyak 1.837 unit, dan rusak ringan sebanyak 3.245 unit. Sementara untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum fasos) yang rusak mencapai 512 unit.
Rasa tak berdaya dan trauma menjadi problem pascagempa. Adalah hal lazim intervensi semua pihak sangat dibutuhkan. Terutama terkait pemulihan trauma, atau populer disebut trauma healing.
Inilah yang terbesit di benak Dr. Stevin Melay. Langkah yang ditempu menjadi viral di media sosial (facebook), gara-gara aksinya menghibur puluhan anak korban gempa bumi di Pulau Ambon.
Dosen di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon ini nekat meluangkan waktu selama dua hari dengan menjadi badut mengimbur puluhan anak pengungsi.
Di Desa Liang dan Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, penyandang gelar Doktor Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup ini tampil dengan pakaian badut, membuat sejumlah anak korban gempa bumi di lokasi pengungsian menjadi riang.
Dikonfirmasi beritabeta.com, Selasa (8/10/2019) Dr. Stevin Melay mengaku apa yang dilakukan merupakan bagian dari membantu korban gempa bumi di Pulau Ambon, terutama kepada anak-anak yang mengalami trauma pasca gempa bumi.
Ia lalu bercerita, ide awal untuk menghibur anak-anak pengungsi di dua desa itu, datang dari anaknya Putri Griseldys Melay. Saat itu anaknya sempat mendengar pembicaraannya dengan teman-temannya yang meminta Stevin untuk ikut berpartisipasi membantu korban gempa bumi dengan memberikan sumbangan.
“Putri dengar saya lagi berbicara dengan beberapa teman lewat telpon yang lagi menggalang bantuan dana. Dan akhirnya Putri mengusulkan agar kami ikut membantu dengan cara yang berbeda,” tutur alumnus Doktor di Universitas Jakarta ini.
Bahkan Putri, siswi SMA Xaverius kelas X, itu siap menggunakan jatah uang jajannya selama 4 bulan, untuk kegiatan yang kemudian diberinama ‘berbagai kasih’ itu. Mantan aktivis GMNI itu, lalu mengiyakan permintaan anaknya dengan meminta Putri dan sembilan sepupunya yang menetap di rumahnya untuk ikut bersama dalam kegiatan berkonsep trauma healingini.
“Kebetulan di rumah ada sepupu saya sembilan orang. Akhirnya semua sepakat dan menyewa baju badut yang kebetulan juga miliknya paman,” ungkap Melay.
Setelah sepakat, tepatnya hari Jumat (4/10/2019) Stevin membawa rombongan keluarga ke lokasi pengungsian di Desa Waai. Di hari pertama itu, Stevin ditemani salah satu mahasiswa Fakultas Perikanan Unpatti Crhsito Patrouw.
“Kami berdua menjadi badut. Dan Putri anak saya bersama sepupu-sepupu saya menjadi relawan ikut mendampingi kami. Kami mencoba mengumpulkan sejumlah anak dan menghibur mereka dengan berbagai permaianan. Setelah itu kami juga membagikan 85 saket kepada anak-anak pengungsi,” kenangnya.
Setelah sukses di hari pertama, Stevin, Putri dan sembilan sepupunya kembali mengatur rencana yang sama untuk mengunjungi anak-anak pengungsi di Desa Liang. Dan rencana itu juga dilakukan di hari, Minggu (6/10/2019).
Hari kedua ini, kata Stevin, ia ditemani Nelvie Lessu. Mahasiswa semester 5 FKIP Unpatti ini, mengantikan peran yang sebelumnya dimainkan Crhsito Patrouw. Keduanya kemudian berperan sebagai badut menghibur anak-anak di Desa Liang.
“Kami senang, ternyata apa yang kami lakukan luar biasa. Anak-anak yang terkena dampak bencana di dua desa itu sangat terhibur,” akui Stevin.
Selain menghibur anak-anak korban gempa bumi, Stevin bersama sejumlah saudaranya itu juga membagi sebanyak 127 bungkus sakes buat anak-anak. Pembagiannya juga dibikin unik, untuk menghibur anak-anak.
Di Desa Liang, Stevin dan Nelvie awalnya hanya menghibur anak-anak di satu camp pengungsian. Mereka bernyanyi sambil melakukan permainan dengan meniup balon. Setelah itu, Putri bersama keluarga merubah skenario acara yang akan dilakukan. Lantaran banyak orang tua yang datang dan meminta untuk kedua badut menyambangi camp-camp yang ada di sepanjang puncak jalan baru Negeri Liang sebagai lokasi pengungsian untuk menghibur anak-anak mereka.
“Kami sempat kebingungan, karena sakes yang kami siapkan hanya 127 bungkus. Namun akhirnya kami menuruti ajakan mereka setelah ada beberapa orang tua yang menyampaikan bahwa anak-anak mereka tidak perlu mendapatkan bingkisan kasih yang penting mereka dihibur badut dan foto bersama,” ungkap Stevin.
Bahkan tak hanya anakanak, banyak orang tua yang meminta foto bersama dengan badut yang adalah, Stevin Melay, salah satu Doktor muda di Universitas Pattimura. Usai menghibur, sejumlah anak-anak dan ibu-ibu kemudian meminta untuk berselfie dengan mereka yang berpakaian badut.
Atas apa yang dilakukan bersama keluarganya, dosen FKIP Unpatti ini juga meminta Pemerintah Daerah agar segera fokus untuk melakukan rehabilitasi fisik maupun psikis.
“Saya kira untuk fisik memang faktor alam mempengaruhi, karena pola gempa yang terjadi tidak bisa diprediksi, sehingga pemulihan psikis saya kira harus menjadi perhatian pemerintah,” ungkapnya.
Selain itu, tambahnya, Pemerintah Daerah harus sesegara mungkin dapat membangun sekolah-sekolah darurat untuk mendorong pelaksanaan pembelajaran.
“Ini penting untuk semua tingkatan sekolah yang berada di desa-desa yang terdampak gempa bumi,” tutupnya (dhino pattisahusiwa)