Pembunuhan Karakter Orang Maluku

Jika kita mau jujur untuk mengakui, bahwa apa yang saya katakan di atas adalah upaya pembunuhan karakter orang Maluku melalui dekonstrukksi generasi sekarang, dan yang akan datang. Pembunuhan karakter ini adalah bagian dari skenario proses marginalisasi orang Maluku, sadar atau tidak, akui atau tidak ini fakta yang ada di depan kita.

Disisi yang lain keterbelakangan ekonomi Maluku, menjadi salah satu sebab dari realitas yang ada. Pembiaran terhadap keterbelakangan ini akan melahirkan ketergantungan Maluku dan orang Maluku terhadap pihak lain. Akibatnya kemandirian Maluku semakin lemah dan semakin mudah untuk dimanfaatkan baik orang Maluku sendiri, maupun SDA yang ada di Maluku. Lemahnya kemandirian akan melahirkan kehilangan percaya diri /rasa minder (less confidence), dan kekerasan menjadi solusi untuk mengatasi less confidence itu..

Upaya-upaya pihak lain untuk membunuh karakter orang Maluku dalam jangka panjang adalah dengan menjalankan politik adu-domba yang dapat membenturkan sesama anak Maluku sendiri, melalui infiltrasi sosial, ekonomi, politik dan budaya dari dalam. Upaya upaya ini jelas diformulasikan dengan membangun dualisme dan dikotomi ke-sukuan, ke-daerahan, ke-sektarian dan isme-isme atau mashab-mashab (paham-paham) baru dengan berbagai diksi dan narasi yang logis kemudian diviralkan melalui media sosial untuk membangun public openion dan negative sentiment orang Maluku.

Berbagai panggung yang rapuh disediakan, dengan segala fasilitas semu dan sesaat, dengan menjalankan “politik belah bambu” (satu diangkat yang lain di tindas), sehingga terciptalah kesenjangan dan kecemburuan sosial sehingga mengakar secara kuat dalam hidup orang Maluku. Jika semua ini sudah terbentuk dengan kuat dan diyakini tidak goyang, maka genderang pertikaian dipukul dan yang terjadi adalah sesama anak Maluku yang lahir dari satu kandungan NUSA INA mulai dibenturkan.

Disaat kita sibuk dengan berbagai pertikaian, perdebatan yang tidak seharusnya terjadi dan tidak bermanfaat, maka pihak-pihak ketiga (para oligarki) ini dengan leluasa menjelajahi dan mengeksploitasi SDA Maluku tanpa ada perlawanan dari orang Maluku yang memiliki hak ulayat. Bentuk penjelajahan itu dilakukan dengan baju direct investment atau joint ventura melalui jejaring mereka yang ada di luar Maluku dan di Maluku dengan double standard atau double faced, harga murah (low price) tetapi hasil eksploitasinya besar (high profit) dan terjadi capital out lfow (pelarian dana dari maluku ke luar maluku) secara besar-besaran.