BERITABETA.COM, Ambon - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Moluccas Corruption Watch (MCW) dan Kuasa Hukum almarhum Randi Fatah dan Mohamat Tamarut, menyoroti kinerja aparat kepolisian dalam penanganan hukum pascakonflik Hitu-Wakal, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

MCW dan pihak Kuasa Hukum menilai, informasi dari pihak kepolisian tidak berimbang terkait penanganan proses hukumnya. 

Hamid Fakaubun, Direktur MCW sekaligus Kuasa Hukum kedua korban mengatakan hal pertama yang dirosoroti yakni penyebab tewasnya almarhum Randi pada Minggu (15/2/2023) bulan lalu.

Diduga korban tewas karena dianiaya, bukan akibat kecelakaan lalulintas sebagaimana yang disampaikan pihak Polresta Ambon.

Begitu juga terkait tewasnya almarhum Mohamat Tamrut akibat tertembak saat warga dua negeri bertetangga itu nyaris konflik Senin (27/2/2023) lalu dan dihadang aparat keamanan.

"Dari mana asal peluru yang renggut nyawa korban ini masih jadi misteri. Hemat kami, ada beberapa kejanggalan dalam proses itu,"kata Hamid Fakaubun, kepada wartawan saat konferensi pers di Cafe Kopi Dolo Ambon, Selasa (21/3/2023) sore.

Ia juga mengatakan sampai hari ini mereka juga selaku kuasa hukum tidak berani menyimpulkan bahwa itu dari mana tembakan, apakah dari aparat kepolisian ataukah dari warga atau dari mana.

Hamid menegaskan mereka meminta Polresta Pulau Ambon dan Pulau Pulau Lease segera menangkap pelaku, agar tidak agar tidak menjadi polemik dan wacana liar di ruang publik.

"Bahwasannya video dan foto yang beredar, bahwa pelaku membawa dan memiliki senjata api itu, Itu foto lama yang beredar di publik. Saya mempertegas di sini ya Itu foto tahun 2018 yang disebarkan itu bukan foto tahun 2023, yang katanya si baret itu,"tegasnya.

Menurutnya, sebab kepemilikan senjata itu, membuat stigma buruk di tengah publik terhadap warga Wakal.

"Hemat kami, kami juga ingin membantu pihak kepolisian untuk membantu  membongkar kasus ini,"ujarnya.

Hamid juga menyampaikan, warga Wakal, desa asal dari kedua korban juga seakan dapat perlakukan diskriminasi atas persoalan konflik dimaksud dan tak berani beraktivitas di luar desa karena takut.

"Mereka konsultasi dengan kami, (mereka) tidak berani keluar dari Wakal karena satu dan lain hal, kalau Polda mau izinkan untuk periksa kita periksa saja di Wakal, di luar Wakal kami tidak berani,"pungkasnya.

Ia juga mengungkapkan penyataan-pernyataan Kapolres Ambon maupun Kapolda Maluku terkait penanganan konflik Hitu-Wakal juga disoroti.

"Hemat kami itu bagian dari informasi yang sampai hari ini tidak tahu ujungnya di mana,"ujarnya.

Atas temuan-temuan tersebut, mereka sampaikan sejumlah point tuntutan. Pertama desak Polda Maluku agar berimbang dalam penegakan hukum.

Kedua, desak Polda Maluku untuk reka ulang atau olah TKP perkara almarhum Randi Fatah.

"Sebab masih banyak kejanggalan dan misteri kematian almarhum,"ucapnya.

Ketiga, Polda diminta transparan terkait uji balistik atas kematian almarhum Mohamat Tamarut.

"Kami juga menunggu hasil uji balistiknya agar tahu fakta sebenarnya tentang kematian almarhum itu seperti apa,"tegasnya.

"Keempat, Polda Maluku didesak untuk membentuk tim gabungan penyelidikan yang melibatkan Komnas HAM Perwakilan Maluku, Lembaga Perwakilan Saksi Perwakilan Maluku, Kuasa Hukum dan Komnas HAM Perwakilan Maluku,"sambungnya.

Kelima, meminta Kapolresta Ambon tarik dan klarifikasi beberapa pernyataan di media. Keenam, meminta Kapolda, Kapolresta dan Kapolsek Leihitu bertanggung jawab atas penanganan konflik Hitu-Wakal.

Ketujuh,dukung upaya rekonsiliasi dan kerja-kerja kepolisian dalam menyelesaikan semua konflik Hitu-Wakal sampai ke akar-akarnya.

"Kami bersedia membantu Polda Maluku. Semua warga wakal menyetujui itu, mereka tidak menginginkan konflik, mereka menginginkan perdamaian, tapi mereka minta dengan hormat kepada Kapolda agar menegakkan hukum yang seadil-adilnya. (karena) keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia belum dirasakan oleh masyarakat Wakal,"tutupnya (*)

Pewarta : Febby Sahupala