Oleh : Amrullah Usemahu (Korwil Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia Maluku,Malut, Papua 2007-2009)

(Catatan Kritis Komentar Gubernur Maluku Terhadap Kebijakan Perikanan Nasional)

MALUKU adalah provinsi yang berkarakteristik kepulauan. Dimana terdapat 1.340 jumlah pulau dengan persentase Lautan mencapai 92,4 % dan Daratan 7,6 %. Potensi Sumberdaya Ikan di Maluku mencapai 3 juta ton lebih/tahun yang berada pada 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yakni Laut Banda, Laut Seram dan Laut Arafura.

Melirik potensi laut maluku sudah tidak diragukan lagi. Berbagai jenis biota laut baik Ikan tuna, cakalang, tongkol, layang dan berbagai macam ikan karang lainnya serta rumput laut, lola, mutiara yang sangat layak untuk dikembangkan sebagai komoditi unggulan Maluku.

Pada tahun 1968 Indonesia pernah melakukan kerjasama dengan Jepang (Banda Sea Agreement) untuk mengeksploitasi tuna di laut banda. Sayangnya dampak dari kerjasama itu tidak terlihat signifikan dalam pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana perikanan di Maluku kala itu.

Selain itu perairan laut sekitar provinsi Maluku juga memberikan sumbangan besar kepada negara, sekitar 26 hingga 30 persen stok ikan nasional berada di Maluku yang menjadi pendapatan negara yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tetapi  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi Maluku yang diberikan oleh pemerintah pusat terbilang kecil, hanya sekitar Rp. 2,8 triliun. Dengan rentang kendali antar pulau yang begitu luas pastinya akan berdampak pada pelayanan distribusi barang dan jasa kepada masyarakat serta membutuhkan biaya yang besar.

Beberapa kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sangat berpengaruh terhadap kegiatan usaha perikanan di Maluku,  kemudian menjadi polemik diantaranya kebijakan moratorium yang dituangkan dalam Permen KP Nomor 56 Tahun 2014. Permen ini  memiliki arah kebijakan menitikberatkan pada keberlanjutan sumberdaya dalam usaha kelautan dan perikanan Indonesia, namun kebijakan tersebut berdampak negatif pada kegiatan usaha perikanan di Maluku.

Tak heran jika gubernur Maluku kemudian melakukan protes keras terhadap kebijakan KKP yang dianggap sangat merugikan Maluku. Tentang kewenangan di atas 12 mil laut adalah kewenangan pusat, yang dibalas dengan pernyataan  “Bangun saja kantor pada wilayah lepas pantai tersebut”, ini sangat menohok,  karena Maluku tidak dapat apa-apa dari pengelolaan sumberdaya laut yang ada.

Sebagai seorang kepala daerah pastinya akan berjuang keras terhadap kemajuan daerah serta kesejahteraan masyarakatnya jadi wajar saja, jika kemudian mantan Dankor Brimob tersebut meluapkan aspirasinya yang kemudian disikapi menteri Susi dengan mengirimkan utusan untuk bertemu sang gubernur seribu pulau ini.  

Aksi ini kemudian menghasilkan 5 poin tuntutan yang diantaranya : Pertama, meminta Pemerintah Pusat segera merealisasi janji-janjinya kepada masyarakat Maluku, terkait Maluku dijadikan sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) baik dalam bentuk regulasi maupun program kebijakan, Kedua, mendesak DPR RI dan Pemerintah Pusat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Provinsi Kepulauan menjadi Undang-Undang. Kemudian, yang ketiga, meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera memberi paraf pada draf Perpres LIN, agar bisa ditandatangani Presiden RI Joko Widodo.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sekretaris Kabinet sudah memberi paraf persetujuan keempat, mendesak Menteri Dalam Negeri segera menyetujui Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang sudah diajukan Pemerintah Maluku, termasuk dari daerah lainnya  dan kelima mendesak Pemerintah Pusat agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah dengan mencantumkan objek kelautan dan retribusi daerah.

Semua orang pasti setuju bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan berbasis ekonomi dan ekologi serta berkelanjutan dan dinikmati hasilnya oleh nelayan kita, namun perlu diatur dengan baik dari sisi regulasi dan implementasinya antara nelayan dan pelaku usaha perikanan dan pemerintah daerah memiliki keterkaitan yang sangat kuat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada.

Pemerintah menyiapkan regulasi, pelaku usaha membantu dalam investasi sarana dan prasana perikanan untuk memproses hasil produksi perikanan nelayan lokal hingga pemasaran, karena produksi perikanan selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di daerah tetapi juga dilakukan ekspor yang pastinya berdampak positif bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

Saya sangat berharap agar pengelolaan perikanan yang sementara berbasis 11 wilayah pegelolaan perikanan (WPP) juga dapat menerapkan sistim buka tutup perairan, sehingga kegiatan penangkapan ikan dilakukan sesuai dengan jumlah kuota kapal dan hasil produksi yang dilakukan sehingga tidak terjadi over fishing dan kegiatan usaha pada perikanan tangkap dapat dikendalikan serta sistim data informasi data perikanan dapat tertata dengan baik serta terintegrasi.

Sebagai insan perikanan Maluku pastinya memberikan apresiasi atas perjuangan yang dilakukan oleh Gubernur Maluku yang kemudian saya katakan sikap yang sangat berani memberikan komentar terbuka terhadap kebijakan Menteri Susi serta jika perlu menginisiasi akan melakukan sasi terhadap laut sekitar provinsi Maluku.

Statemen sang gubernur harus dimaknai sebagai bahasa politik yang memuat kekuatan bergaining yang besar dan kemudian harus diterjemahkan secara baik seluruh komponen elemen masyarakat sekaligus sebagai bagian dari sosial kontrol.

Setiap kebijakan pastinya akan memberikan dampak negatif dan positif pada berbagai sektor usaha seperti halnya perikanan. Dampak negatif dari moratorium bagi Maluku meliputi penurunan pendapatan asli daerah (PAD), penurunan produksi perikanan dan berdampak pada ditutupnya beberapa perusahan perikanan dan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja karyawan. Selain itu hilangnya mata pencaharian serta berkurangnya pasokan bahan baku pada Unit Pengolah Ikan di Provinsi Maluku.

Dilain sisi kebijakan moratorium dianggap membawa berkah bagi nelayan tradisional yang beraktifitas sekitar lepas pantai yang berdampak pada peningkatan pendapatan, bertambahnya jumlah trip melaut, dekatnya fishing ground, serta lainnya.

Namun kalau berbicara pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, kita tidak bisa berbicara secara parsial saja seperti dampak terhadap nelayan tradisional positif, kemudian posisi pelaku usaha kita abaikan karena antara komponen yang ada saling keterkaitan.  Baik itu nelayan tradisional maupun pelaku usaha saling membutuhkan dari hulu sampai ke hilir dalam pengelolaan sumberdaya ikan hingga pemasaran hasil perikanan serta diatur dalam suatu sistim regulasi yang kondusif oleh pemerintah.

Dampak moratorium memang sangat berpengaruh besar terhadap aktifitas usaha perikanan, karena saat ini pelaku usaha perikanan masih berpikir dua kali untuk berinvestasi dalam membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI)  di daerah, disebabkan selain sarana prasarana didarat kiranya mereka harus memiliki armada tangkap sebagai penyuplai bahan baku selain suplai dari nelayan lokal dan perijinan.

Dilain sisi kita tetap memberikan apresiasi positif terhadap upaya Menteri Susi untuk menegakan pilar kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan yang salah satunya memerangi Illegal fishing dan tegas melakukan penenggelaman kapal, namun kiranya juga setiap kebijakan perikanan yang diterbitkan baiknya juga dapat mengakomodir karakteristik dan kearifan lokal daerah didukung dengan peraturan turunan hingga mudah diimplementasikan dilapangan.

Maluku yang menjadikan kelautan dan perikanan sebagai sektor andalan untuk mendongkrak peningkatan pendapatan asli daerah, pastinya merasa dirugikan jika ada kebijakan yang tidak berpihak ataupun tidak kondusif untuk iklim usaha perikanan di Maluku apalagi sebagian besar masyarakat Maluku hidup di wilayah pesisir dan berprofesi sebagai nelayan.

KKP yang menjadi salah satu mitra Pemerintah Daerah dalam upaya memberdayakan masyarakat perikanan harus bijak melihat kondisi yang ada karena pola pendekatan pada daerah memiliki sumberdaya lautnya yang begitu besar tidak bisa dilakukan pendekatan kontinental.

UU 23/2014 memang mengamanahkan bahwa kewenangan pengelolaan laut untuk provinsi adalah hingga 12 mil laut serta terkait perijinan kapal perikanan masih sebatas sampai 30 GT yang akhirnya pada zona ini masih dikelola oleh nelayan tradisional dan skala menengah. Kapal-kapal perikanan di atas 30 GT yang notabene beroperasi diatas 12 mil laut semua terkait aktifitas usaha perjinannya masih melalui pusat yakni via Kementerian Kelautan Dan Perikanan dan para pelaku usaha ini memiliki fishing port di Maluku, namun sayangnya hasil perikanannya dibawa keluar untuk diekspor langsung tanpa memberikan konstribusi positif bagi pendapatan asli daerah Maluku (dulunya melalui laboratorium uji mutu DKP Maluku).

Apalagi tercatat sekitar 1.600 kapal yang beroperasi di laut Aru yang ijinnya diberikan KKP. Selain itu terkait ijin pemasangan rumpon diatas 12 mil laut pun diterbitkan oleh pusat hanya saja implementasinya di lapangan belum dilaksanakan dengan baik padahal banyak kapal yang melakukan penangkapan ikan pada wilayah ini.

Sebenarnya saya berharap selain 5 poin tuntutan yang telah disampaikan diatas, baiknya ada kebijakan jangka pendek dan menengah yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi sektor kelautan dan perikanan kedepan. Sebab, masalah RUU Kepulauan dan Lumbung Ikan Nasional adalah perjuangan baku siapapun pemimpinnya di Maluku untuk merealisasikannya dan itu membutuhkan waktu karena berkaitan dengan revisi regulasi perundang-undangan.

Langkah cepat yang bisa diambil adalah kebijakan yang merupakan kewenangan menteri melalui peraturan ataupun keputusan menteri atau secara eksplisit melalui kebijakan anggaran misalnya Dana Alokasi Khusus, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan  dan lainnya yang harus dapat kita kelola dengan baik peruntukannya untuk melakukan modernisasi kapal perikanan sesuai kearifan lokal, peningkatan kapasitas SDM lewat sekolah vokasi serta berbagai program strategis lainnya.

Harapan saya kiranya Sikap Gubernur Maluku ini kemudian menjadi spirit baru untuk menggagas masa depan kelautan dan perikanan Maluku untuk lebih baik, publik menunggu hasil dan gebrakan selanjutnya(***)