BERITABETA.COM, Tual – Walikota Tual Adam Rahayaan menyampaikan keluahannya terkait keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di sektor perikanan dan kelautan yang dibentuk Pemerintah Kota (Pemkot) Tual dua tahun lalu.

Padahal, BUMD ini sudah disuntik dana sebesar Rp.5-6 miliar, namun belum berfungsi untuk menampung hasil perikanan dan kelautan nelayan di Tual untuk dipasarkan ke Jepang.

“Keberadaan kedua BUMD ini, kami harapkan dapat berperan untuk memutus mata rantai spekulan yang suka bermain harga rumput laut baik yang basah dan kering. Hal ini juga memudahkan para petani rumput laut, ketika panen langsung bawah masuk di BUMD untuk proses pengeringan. Tapi sampai sekarang belum aktif,” kata Rahayaan kepada wartawan saat melaksanakan panen raya Budidaya Rumput Laut di Teluk Luv, Dusun Vatraan, Kecamatan Dullah Utara Kota Tual, Kamis (27/8/2020).

Dalam kegiatan itu Walikota bersama Forkopimda setempat naik perahu menuju lokasi panen rumput laut.

Walikota mengatakan, BUMD yang bergerak di sektor perikanan dan keluatan, itu berada di lokasi antara Desa Dullah dan Ngadi. Prosfeknya sangat menjanjikan, bila BUMD ini beroperasi dengan maksimal, maka hasil nelayan di Tual berupa rumput laut dapat berkembang dengan baik.

Ia mencontohkan, saat menandatangani MOU dengan Pemerintah Jepang, hasil produksi rumput laut dalam bentuk setengah jadi (Chip), sudah dibandroll dengan harga per kilo Rp 120.000.

“Belakangan ini ketika saya dihubungi kembali harga per kilo rumput laut sudah naik menjadi Rp 150.000. Saya katakan, jangankan 150 ribu, yang penting ada untung sedikit. Makanya mari kita lanjutkan MoU yang sudah dibangun dengan Jepang ini,” pinta Rahayaan.

Dalam kesempatan panen raya rumput laut ini, Walikota Adam Rahayaan, membeberkan,  kota Tual adalah wilayah kepulauan, bukan kontinental atau daratan. Wilayah ini didominasi perairan laut sebesar  97,05 %, dengan luas daratan hanya mencapai 2,05 %.

“Sebagai Kota Kepulauan, maka sangat cocok dikembangkan budidaya perikanan, termasuk budidaya rumput laut, sebab didukung kondisi ekologis serta perairan yang sesuai,” jeklasnya.

Untuk itu, kata dia, komoditas rumput laut memiliki potensi yang sangat besar, karena merupakan komoditi ekspor yang juga merupakan andalan Pemkot Tual dalam pengembangan ekonomi rakyat pesisir.

“Komoditas ini sudah menjadi perimadona bagi Kota Tual. Selain itu juga menjadi mata pencaharian utama masyarakat Kota Tual, baik dilakukan secara perorangan maupun dalam bentuk kelompok untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah,” sebutnya.

Untuk itu, Rahayaan berharap dengan semakin meningkatnya permintaan pasar baik domestik maupun Internasional, akibat berkembangnya berbagai industri perikanan berbasis laut, maka potensi yang dimiliki kota Tual harus terus dikembangkan.

Salah satunya, kata dia, di dalam Teluk Luv Dusun Vatraan, harus dilingkar dengan budidaya rumput laut.  Pasalnya, berdasarkan laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, luas lahan di dalam teluk ini sebesar 10 ha. Luasan ini baru dimanfaatkan para nelayan budidaya rumput laut seluas 5 ha.

Rahayaan juga mengajak warga Tual untuk mencontohi apa yang dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara.

“Mari kita berkaca pada tetangga kita Kabupaten Maluku Tenggara.  Sebagai saudara kembar, disana lagi giat membangun Ketahanan Pangan dengan memanfaatkan lahan pertanian. Kita di Tual, karena luas daratan hanya 2,05 %, maka kebun yang didarat harus dialihkan ke laut,” ajak Rahayaan.

“Kita harus alihkan obyek pencaharian warga di darat untuk jadi petani rumput  laut. Kita orang Kei belum terbiasa dengan budidaya ikan keramba, dan tambak darat,” sambungnya.

Apalagi tambah Rahayaan, sejak merebaknya pandemic Covid-19, imbasnya  sangat terasa pada sektor ekonomi, termasuk budidaya rumput laut.

“Aktivitasnya menurun dan produksi juga anjlok harga rumput laut juga turun hingga mencapai angka 50 – 60 persen. Sekarang mari kita kembali focus ke laut dengan membenahi semua yang kita miliki,”ajak Rahayaan (BB-OL)