Mercy Ch Barends, Srikandi Maluku di Senayan

BERITABETA.COM - “Banyak hal dalam politik terjadi lebih karena kebetulan atau kelelahan daripada karena konspirasi,” Pendapat Jeff Greenfield, wartawan TV dan penulis Amerika ini juga tak bisa disangkal dalam kehidupan karir politik seseorang.
Kebanyakan politisi menapak karir dari sebuah proses yang direncanakan dengan target-target yang harus dicapai. Ada pula politisi yang kemudian lahir dan terorbit dari sebuah proses yang tak pernah direncanakan.
Redaksi beritabeta.com menemukan hal ini pada sosok srikandi Maluku di Senayan, Mercy Christy Barends. Cerita sukses politisi PDI- Perjuangan Maluku, kelahiran Maluku 25, Desember 1972 ini bagai cermin dari ungkapkan Jeff Greenfileld di atas.
“Apa yang membuat Anda kemudian memilih berkarir di dunia politik,”? pertanyaan ini dijawab dengan enteng oleh Barends dengan satu kalimat singkat, “Kecelakaan sejarah,”.
Mercy mengakui sebelumnya tidak pernah terlintas di kepalanya suatu saat akan terjun ke dunia politik. Profesi yang dijalani sebagai seorang aktivis saat itu, telah membuat kepekaan Mercy begitu kuat akan hal-hal kemanusian. Hari-harinya dilalui dengan banyak aktifitas yang terfokus pada masalah kemanusian dan perempuan.
Menjelang akhir masa studinya di Fakultas Teknik Perkapalan, Universitas Pattimura - Ambon, gadis asal Kepulauan Aru ini, kemudian memutuskan terjun sebagai aktivis dengan bergabung pada Lembaga Partisipasi Pembangunan Masyarakat (LPPM) Maluku (The Community Institute for Participation in Development/Maluku) pada awal tahun 1997.
LSM yang bergerak dalam bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi (HIV/AIDS) dan pemberdayaan ekonomi, Mercy kemudian bangkit sebagai seorang perempuan yang konsen dengan berbagai persoalan kemanusian yang melilit Maluku.
Terlebih lagi saat konflik komunal menerjang Maluku. Mercy yang kukuh berjuang di bidang civil sociaty, kemudian dipercaya menjabat sebagai Direktur LPPM – Maluku pada tahun 1999, mengantikan rekannya Rury Munandar yang lebih dulu memilih terjun ke dunia politik.
Fokus menjalani tugas-tugas dalam program kemanusian seperti upaya penanganan pengungsi dan pemulihan konflik menjadikan sosok Mercy begitu mengenal banyak orang.
Kiprahnya di dunia LSM, rupanya menjadikan PDI-Perjuangan Maluku tertarik mengusungnya sebagai kader partai. Dan pada tahun yang sama di Pemilu 1999, Mercy pun diajak masuk sebagai calon anggota legislatif (caleg) untuk DPRD Kota Ambon, melalui daerah pemilihan (dapil) Baguala.
“Ya saat itu Pak Ruri yang mendaftarkan saya sebagai caleg. Berkas-berkas saya diurus semuanya,”kenang Mercy kepada beritabeta.com.
Seperti kebanyakan politisi, kegagalan pertama juga dialami oleh Mercy. Pemilu 1999 ibarat “batu lancatan”. Dia tidak lolos ke kursi legislatif, tapi eksistensinya di ranah politik mulai diperhitungkan sejak itu.
Di pemilu tahun 2004, Mercy yang aktif di pengurus DPC PDI-Perjuangan kota Ambon terlibat dalam sebuah rapat internal membahas proses pencalegkan. Agenda rapat yang dipimpin Ketua DPC PDI-Perjuangan kota Ambon saat itu digelar untuk penetapan sejumlah kader sebagai caleg.
“Saat rapat tersebut, saya kemudian diberitahukan untuk bergabung dengan rapat serupa yang digelar DPD PDI-Perjuangan Maluku yang saat itu digelar di kantor DPD. Dan akhirnya saya pun didorong untuk masuk sebagai caleg PDI-Perjuangan di dapil VI Maluku untuk DPRD Maluku,” papar Mercy mengingat.
Di dapil VI Maluku (Maluku Tenggara, Kabupaten Aru, Kota Tual) untuk DPRD Maluku, Mercy ditetapkan sebagai caleg dengan nomor urut 3.
Bertarung dengan beberapa rekan di internal partai merebut kursi di DPRD Maluku memang cukup kompetitif. Mekanisme nomor urut caleg sebagai penentu, juga membuat istri dari Arnold Lopulalang ini akhirnya harus berpuas diri.
Hasil Pemilu tahun 2004 juga tidak berpihak kepada Mercy, karena PDI-Perjuangan di Dapil VI hanya bisa menloloskan dua wakilnya masing-masing Steve Tapotubun dan Semmy Resmol ke di DPRD Maluku.
“Karena saya berada di nomor urut tiga, maka saya pun tidak lolos,” ungkapnya.
Hanya berselang 5 bulan dari proses Pemilu 2014, Mercy kemudian bisa melenggang ke kursi DPRD Maluku, setelah seniornya Steve Toputubun yang saat itu lolos mewakili PDI-Perjuangan di Dapil VI, berhalangan tetap (meninggal dunia). Mercy lalu menggantikan posisi mendiang, melalui proses pergantian antar waktu (PAW).
Ibu dari Cicero Nesa ini kemudian melanjutkan tugas partai di kursi parlemen hingga tahun 2014. Dua periode Mercy yang juga aktif di sejumlah organisasi itu memberikan warna pada lembaga legislatif mewakili kaum perempuan Maluku, hingga akhirnya dipercaya menempati posisi Wakil Ketua DPRD Maluku mewakili partainya.
Menuju Kursi Senayan
Pemilu 2014 menjadi tahun pengakuan publik akan eksistensi perempuan Maluku di ranah politik. Mercy Barends menjadi salah satu sosok yang banyak dibicarakan.
Dia berhasil lolos mewakili PDIP dengan perlehan suara yang signifikan, di partai berlambang moncong putih itu. Kerja-kerja keras Mercy Barends selama menjadi aktifis kemanusian menjadi bekal baginya mendapat kepercayaan banyak orang. Alhasil, PDI-P menjadi partai pemenang di Maluku dengan perolehan suara sebanyak 192.751 suara untuk kursi DPR- RI.
“Pekerjaan saya saat itu adalah mengulang kembali apa yang sudah saya jalani. Kembali membentuk simpul-simpul dari bawah, banyak teman yang membantu saya dengan suka rela. Hasilnya cukup memuaskan saya lolos dengan mengantongi jumlah suara sebanyak 65 ribuan lebih dan menjadi pemenang,” ungkapnya.
Mercy berhasil menjadi anggota DPR RI 2014-2019 setelah memperoleh 65.166 suara untuk daerah pemilihan Maluku. Di Senayan Mercy duduk di Komisi VII yang membidangi energi sumber daya mineral dan lingkungan hidup. Salah satu komisi yang memiliki wewenang pekerjaan yang cukup banyak dengan daerah Maluku.
Mercy Barends memulai semuanya penuh perjuangan. Banyak hal yang dilakukan untuk daerahnya. Sebut saja masalah bahan bakar minyak (BBM), kelistrikan, Migas hingga masalah lingkungan.
“Saya harus berbesar hati dan mengatakan bahwa tidak gampang bekerja demi kepentingan orang banyak. Semua yang terjadi di sana butuh komitmen dan kerja keras. Di komisi kami banyak kepentingan dan kita memang butuh kerjasama dengan pihak lain. Jika tidak, perjuangan untuk Maluku akan sia-sia,”bebernya.
Dia mencontohkan, ketika berbicara masalah kelistrikan atau BBM, maka hal yang dilakukan adalah bagaimana dirinya mampu menjalin komunikasi dengan rekan-rekannya di komisi, agar Maluku bisa menjadi perhatian dalam pembahasan di tingkat komisi.
Mercy Barends mengungkapkan masih banyak desa-desa di Provinsi Maluku yang belum teraliri listrik. Di tahun 2017 saat kegiatan kunjungan ke Maluku, dirinya menemukan data dari pihak PLN yang menyebutkan ada sebanyak 400 desa yang belum teraliri listrik.
Dari hasil peninjauan dan kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, di Maluku, diperoleh beberapa penyebab terjadinya kelambatan suplay listrik tersebut.
“Daerah kita memiliki geografis yang sangat sulit, jadi moblitas logistik barang dan jasa itu memang berat serta tidak mudah membawa peralatan barang dan alat untuk memasang instalasi listrik yang ada di daerah tersebut tidak mudah,” ujarnya.
Tak Gentar di Ruang Rapat
Sosok Mercy Barends dengan ketulusannya berjuang untuk Maluku makin terlihat begitu nyata. Sebagai anggoat DPR RI Mercy telah memainkan perannya begitu besar. Tentu posisinya sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P membuat perjuangannya untuk Maluku begitu kuat.
Sebut saja dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang digelar 22 Maret 2021 lalu. Mercy begitu getol menyurakan kepentingan Maluku. Lagi-lagi soal elektrifikasi di Maluku yang dinilainya sangat memprihatinkan.
Dalam kesempatan itu, politsi PDI-P Maluku ini menyinggung terkait dengan ketersedian sebanyak 56 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang sudah dibangun sejak tahun 2017 – 2019, berupa jaringan listrik dan rumah pembangkit, namun sampai saat ini belum tersedia mesin pembangkitnya.
“Ada sebanyak 56 unit PLTD yang dibangun di Maluku saat program Indonesia Terang yang dicanangkan Presiden RI berlangsung di tahun 2017. Puluhan PLTD itu belum tuntas, karena hanya berupa rumah mesin dan jaringan listrik, sementara mesin pembangkitnya belum tersedia. Saya minta kejelasan Pak Menteri menyikapi masalah ini,” tandas Mercy.
Menurut Mercy, pembangunan jaringan listrik dan rumah-rumah mesin pembangkit hasil dari Program Indonesia Terang itu sampai saat ini sudah tersedia di sejumlah wilayah di Maluku. Terutama di sejumlah kawasan terluar. Namun, keberadaan fasilitas-fasilitas itu belum dapat difungsikan, karena mesin-mesin yang seharusnya didatangkan sampai saat ini belum juga disediakan.
“Saya punya bukti dokumentasi berupa foto-foto yang saya peroleh saat kunjungan reses ke sejumlah daerah. Kondisinya sekarang tiang-tiang listrik yang dibangun itu kondisinya ada yang sudah miring, karena tidak terurus. Saya bisa tunjukan saat ini,” bebernya dengan raut muka yang sedih.
Mercy meminta penjelasan dari Menteri ESDM terkait dengan penuntasan ketersediaan sejumlah fasilitas tersebut dalam pemenuhan elektrifikasi di Maluku.
Ia juga meminta, agar kebijakan pengalihan konsep dari PLTD berbasis posil menuju konsep energi baru terbarukan (EBT) yang ditetapkan pemerintah agar dapat dipertimbangkan khusus daerah-daerah di wilayah timur.
“Sebaiknya program pengalihan dari PLTD berbasis posil ke EBT itu dilakukan secara bertahap dengan mengutamakan daerah-daerah yang surplus, sedangkan untuk daerah-daerah di wilayah timur dapat dipertimbangkan lagi. Kita ini memulai dari yang tidak ada, sehingga ini harus dipertimbangkan lagi,” pinta Mercy.
Dengan nada penuh haru Mercy meminta agar pemerintah tidak lagi memberlakukan kebijakan moratorium terkait penyedian fasilitas-fasilitas untuk menunjang ketersersedian listrik di Maluku.
“Kami butuh listrik Pak, jangan lagi ada moratorium yang menghambat lagi. Ini kebutuhan yang ditunggu. Masyarakat tidak mau tahu, mereka tahu kami dari Komisi VII, prinsipnya mereka ingin menikmati listrik,” tandas.
Suara Mercy pun mendapat perhatian dari Menteri ESDM Arifin Tasrif yang saat itu duduk di depannya. Tasrif mengakui, terkait masalah elektrifikasi di wilayah Timur Indonesia tidak ada lagi istilah moratorium, semua program akan tetap berjalan.
Begitu pun soal rencana program konversi (pengalihan) energy dari diesel ke gas, akan diberlakukan secara estafet tanpa harus menghentikan apa yang sudah berjalan.
“Terkait dengan semua fasilitas yang dibangun di Maluku itu, tahun ini proses tendernmya sementara dilakukan dan targetnya di tahun 2022 sampai 2023 akan tuntas,” kata Tasrif.
Usai rapat tersebut, Mercy pun mengaku legah, lantaran sejumlah persoalan yang selama ini belum terjawab sudah diamini oleh Menteri ESDM. Termasuk mesin yang didatangkan untuk menopang kelistrikan di Maluku akan menggunakan energy biodiesel (B30) atau Bahan Bakar Nabati.
Kesepakatan ini, kata Mercy, juga telah tertuang dalam rekomendasi Komisi VII DPR RI pada poin 5 agar negera segera menyediakan satuan pembangkit diesel (SPD) dan juga menyediakan pasokan gas kepada daerah berbasis 3T yang sampai saat ini masih bermasalah soal elektrifikasi.
Selain masalah elektrifikasi, Mercy bersama tiga politisi asal Maluku yang duduk di parlemen, terus gigih memperjuangkan sejumlah program yang kini digadang akan hadir di Maluku.
Dan satu per satu, mulai tampak terwujud, sebut saja masalah Lumbung Ikan Nasional (LIN), Ambon New Port dan yang sementara dikebut adalah pengesahan RUU Daerah Kepulauan yang di dalamnya termasuk Provinsi Maluku.
Inilah sosok pemilik nama lengkap Mercy Chriesty Barends srikandi Maluku di Senayan yang selalu setia memperjuangkan nasib rakyat Maluku.
“Jadilah Kartini masa kini yang tangguh, dan cerdas untuk masa depan Indonesia,” tulis Mercy di Hari Kartini 21 April 2021 (***)
Pewarta : dhino pattisahusiwa