Oleh : Novita Irma Diana Magrib, ST. MT. IPM (Dosen UKIM Ambon)

MODEL pembelajaran konvensional di masa lalu yang menjadikan dosen sebagai narasumber utama dan penerapan peraturan akademik yang kaku, kini dinilai sudah mulai ketinggalan zaman.  Sebabnya, mahasiswa menjadi  kurang kreatif dalam menyelesaikan berbagai upaya pemecahan masalah dan mereka tidak dapat berakselerasi maksimal menyalurkan minat dan bakat akademiknya.

Keadaan ini mengakibatkan terjadinya revolusi besar-besaran  dalam pengembangan regulasi perguruan tinggi dan peraturan serta sistem akademik. Kini semuanya mengikuti perkembangan zaman demi kemajuan perguruan tinggi dan peningkatan kualitas mahasiswa.

Menyikapi hal ini, Mendikbud menerapkan program kebijakan “Kampus Merdeka” yang menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi seiring dengan adanya perubahan dan perkembangan zaman dan ditunjang dengan situasi pandemi seperti saat ini yang diprediksi akan berlangsung lama.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem A. Makarim meluncurkan kebijakan baru untuk untuk perguruan tinggi ini pada bulan Januari 2020 yang dikenal dengan program “Merdeka Belajar Kampus Merdeka”.

Merujuk pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan perguruan tinggi, konsep yang ditawarkan founder Gojek ini bertujuan mengajak seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk membangun rencana strategis dalam mempersiapkan kompetensi mahasiswa secara matang untuk lebih siap dengan kebutuhan zaman.

Adapun empat program utama program “kampus merdeka” ini meliputi kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar bagi mahasiswa untuk mengambil tiga semester di luar program studinya.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan lulusan, kebijakan Mendikbud ini dapat dijadikan rujukan oleh seluruh perguruan tinggi karena pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa (student centered learning) ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan kreativitas, inovasi, kepribadian, dan kebutuhan masing-masing.

Adapun beberapa bentuk kegiatan pembelajaran yang berlandaskan pada Permendikbud No. 3 tahun 2020 Pasal 15 Ayat 1, antara lain magang/praktik kerja, asistensi mengajar di satuan pendidikan, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, riset, pertukaran pelajar, membangun desa/kuliah kerja nyata tematik dan studi proyek independen.

Secara garis besar, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan (baik soft skills maupun hard skills) agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman karena melalui berbagai program berbasis experimental learning ini mahasiswa difasilitasi untuk dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.

Oleh karena itu, mereka juga dituntut untuk mengembangkan kemandirian dengan terjun langsung ke lapangan untuk mencari dan menemukan pengetahuan serta pengalaman melalui fakta lapangan seperti kualifikasi kemampuan, permasalahan nyata, kolaborasi-interaksi sosial, pengelolaan/manajemen diri, target dan pencapaian.

Dengan memberikan hak dan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengambil tiga semester di luar program studinya, kompetensi mahasiswa akan lebih beragam dan lebih siap untuk menghadapi persaingan dalam skala nasional maupun global.

Misalnya, mahasiswa Sastra Inggris yang keahlian utamanya adalah kemampuan berbahasa Inggris, menulis, dan analisis. Sementara, lulusannya banyak yang bekerja sebagai penulis, jurnalis, pembaca berita, public relation di start-up company maupun perusahaan dalam dan luar negeri, asisten peneliti, pegawai di kedutaan asing, dan lain-lain.

Untuk memantapkan keahlian sebelum memasuki dunia kerja, mereka dapat mengambil mata kuliah pendukung di luar program studi misalnya mata kuliah Jurnalistik, Public Relations atau Manajemen Komunikasi yang ditawarkan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi.

Selain itu, mereka dapat mengambil mata kuliah lintas fakultas, misalnya marketing di Fakultas Ekonomi karena mata kuliah tersebut memiliki relevansi yang erat dengan keahlian berbahasa atau mengambil mata kuliah Ilmu Hukum Dasar di Fakultas Hukum untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang berbagai peraturan, pelanggaran hukum baik hukum pidana maupun perdata.

Mereka juga dapat mengasah literasi komputer dan digital mereka melalui mata kuliah yang ditawarkan oleh Jurusan Ilmu Komputer atau mereka juga dapat magang atau melakukan Praktik Kerja Lapangan di perusahaan media dan televisi untuk mendapatkan pengalaman riil tentang dunia kerja yang akan mereka jalani nanti setelah lulus.

Oleh karena itu, apabila program Merdeka Belajar ini dirancang secara matang dan diimplementasikan dengan baik,  mahasiswa akan terbentuk lebih kuat dan siap dasar keilmuannya dalam menghadapi kebutuhan zaman.

Program Kampus Merdeka juga memiliki tantangan tersendiri karena untuk mencapai hasil maksimal, perguruan tinggi harus mempersiapkan diri baik pada sumber daya manusiaya maupun fasilitas, serta merancang kurikulum yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman.

Setidaknya tantangan yang akan dihadapi diantaranya adanya kemungkinan kesulitan dalam penanganan administrasi mahasiswa yang berpindah prodi atau kampus. Akan ada pula perbedaan standar penilaian antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya.

Tantangan berikutnya, mahasiswa kemungkinan tidak bisa bebas memilih mata kuliah, karena harus ada pemahaman terhadap pengantar mata kuliah dalam suatu prodi tertentu. Tantangan lainnya, kompetensi lulusan menjadi lebih generalis dan kurang spesifik dalam keilmuannya.

Konsep kampus merdeka juga menghadapi tantangan dan bisa saja akan berjalan kurang maksimal mengingat ketimpangan kualitas perguruan tinggi di Indonesia masih sangat tinggi.

Sementara itu, kualifikasi pembukaan program studi baru juga dinilai memberatkan perguruan tinggi yang belum mapan karena salah satu syaratnya harus ada kerja sama dengan perusahaan atau organisasi nirlaba, institusi multilateral, atau universitas bereputasi yang masuk dalam peringkat 100 besar dunia.

Tidak hanya itu, sistem akreditasi juga dinilai terlalu sulit karena penilaiannya diukur dari jumlah mahasiswa yang tidak boleh turun secara kuantitas dan tidak boleh ada laporan negatif dari pengguna terkait dengan kinerja program studi dan institusi perguruan tinggi.

Kebijakan “Kampus Merdeka” ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, karena hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang. Ide kampus merdeka belajar ini intinya memberikan kemerdekaan belajar bagi mahasiswa.

Program merdeka belajar memberi kemerdekaan, kebebasan dan otonomi kepada  lembaga pendidikan agar mereka merdeka dari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi vang berbelit serta mahasiswa diberikan  kebebasan  untuk memilih  bidang yang mereka sukai.

Secara terperinci kelebihan program “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” ini adalah :

1. Menjadikan dunia perkuliahan lebih fleksibel

Tujuan utama dari program merdeka belajar adalah melepas belenggu kampus agar lebih mudah bergerak. Sehingga para mahasiswa bisa belajar lebih dalam mengetahui perannya sebagai mahasiswa dengan baik.

2. Memberikan kesempatan mahasiswa untuk mendalami studi yang diambil

Mahasiswa belajar untuk lebih mendalami mata kuliah pada studi yang diambil. Seperti halnya melakukan penelitian dan research secara mendalam pada mata pelajaran yang diampu.

3. Memberikan wadah kepada mahasiswa untuk terjun ke masyarakat

Kesempatan emas pada program ini bisa didapatkan melalui program pengabdian kepada masyarakat. Kesempatan ini dinilai mampu mewadahi mahasiswa untuk lebih berkompeten dan terjun langsung ke lingkungan masyarakat.

4. Bisa mempersiapkan diri untuk terjun di dunia kerja

Program merdeka belajar membuat mahasiswa  akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan luar kampus, seperti halnya di dunia kerja melalui program PKL atau magang secara berkala. Namun, ada beberapa hal yang perlu dimatangkan untuk menerapkan “Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka” karena ada faktor-faktor penting yang menjadi tolak ukur :

1. Dinilai belum begitu matang dalam persiapan

Banyak yang memprediksi program ini akan berubah lagi bila ada menteri baru. Padahal program merdeka belajar membutuhkan persiapan matang untuk menerapkannya.

2. Pendidikan dan pengajaran yang belum terencana dengan baik

Dalam UU/12 tahun 2012, pendidikan di Indonesia sendiri sedang berupaya meningkatkan sistem pembelajaran untuk mewujudkan suasana belajar bagi para peserta didik agar lebih aktif dalam meningkatkan kemampuannya di segala bidang. Mulai dari kepribadian, soft skill, keterampilan, hingga bela negara. Kesimpulannya, program merdeka belajar belum mengarah kepada sistem pendidikan dan pengajaran yang terencana dengan baik.

3. Persiapan Sumber Daya Manusia yang belum terstruktur

Program baru dalam dunia pendidikan tentunya membutuhkan sistem yang terstruktur dan sistematis. Namun, program merdeka belajar ini dinilai masih sangat baru dan belum cukup kuat untuk menyiapkan SDM sebagai pelaksana dalam program ini.

Diantara peluang dan tantangan itu, yang pasti harus ada kesadaran serta komitmen yang kuat  dan berkelanjutan baik internal maupun eksternal perguruan tinggi dalam mengimplementasikan Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar ini.

Terlepas dari peluang dan tantangan dari kebijakan ini, yang terpenting adalah bagaimana perguruan tinggi menghasilkan lulusan yang unggul, kompetitif, berkepribadian dan berkarakter budaya yang dibutuhkan di dunia kerja (***)