Muslimah di Serambi Mekkah

Seorang pemimpin perang gerilya di hutan - hutan dan tak pernah bertekuk lutut di kaki para penjajah. Sumedang menjadi tempat pengasingan beliau. Oleh Belanda beliau dibuang agar tak ada lagi komunikasi dengan pejuang Aceh.
Di pengasingan ini, masyarakat menyapanya dengan hormat sebagai Ibu Prabu. Hebatnya, di tanah kelahirannya beliau bertaruh nyawa, sedang di pengasingan beliau sebarkan cahaya Islam dengan mengajarkan membaca Al - Qur'an dan bahasa Arab di masyarakat Sumedang hingga beliau menghadap RabbNya di usia 59 tahun.
Pada abad ke- 16, Aceh pertama kali melantik seorang muslimah menjadi Laksamana, lulusan Akademi Angkatan Laut Baitul Maqdis Aceh. Laksamana Malahayati, adalah produk unggul pendidikan Islam Aceh.
Kemampuannya dalam berdiplomasi, mampu menekan pihak Belanda Laksamana Jacob Van Neck untuk membayar ganti rugi sebesar 50 ribu Gulden atas kapal - kapal Aceh yang dibajak oleh Van Caerden.
Kepiawaiannya dalam kepemimpinan mengantarnya ke kursi panglima armada perang Aceh. Juni 1599, terjadi pertempuran sengit saat kapal Cornelus de Houtman dan Frederijk de Houtman membuang sauh di pelabuhan Aceh.
Perang berkobar di Bandar Aceh. Malahayati dan pasukannya merangsek membentur pertahanan musuh. Di geladak kapal Van Leeuw, wonder woman ini berhadapan langsung dengan pemimpin pasukan.
Duel satu lawan satu tak terhindar lagi. Cornelius de Houtman tewas di ujung rencong Malahayati. Ma sha Allah...bagaimana mungkin seorang muslimah mampu mengalahkan pasukan pemenang perang dunia ke dua itu ?
Rasanya tak adil jika kita hanya diperkenalkan dengan Kartini saja. Masih banyak perempuan - perempuan Indonesia yang jauh lebih unggul dari ibu kita Kartini. Dan mereka ini sengaja namanya ditiupkan melayang dari bumi negeriku.
Allahummaghfirlahum warhamhum wa'aafihim wa'fu 'anhum. Wallahu a'lam bishowab (***)
Geldrop, 10 Ramadhan 1442 H.