BERITABETA.COM, Masohi – Mewabahnya coronavirus desiase (Covid-19) terus memberi efek negatif bagi masyarakat di Maluku. Terutama di sektor ekonomi. Imbas ekonomi juga dirasakan sejumlah pedagang yang menjalankan aktivitas di Pasar Binaya, Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah.

Meski kabupaten ini tidak ditetapkan menjadi zona merah pandemik Covid-19 di Maluku, namun pengaruh terhadap ekonomi masyarakat cukup terasa. Salah satunya adalah merosotnya  omzet yang dialami pedangang di pasar ini.

Ditemui beritabeta.com di lokasi pasar Binaya, Masohi, Sabtu (2/5/2020),  sejumlah pedagang di pasar tradisonal itu mengeluhkan sepinya pembeli, akibat adanya kebijakan pembatasan sosial untuk memutus mata rantai Covid-19.

Surtina seorang  pedagang sembako di pasar Binaya menungkapkan, sudah hampir sebulan pasar tidak seramai seperti sebelumnya. Sejak adanya wabah virus corona dengan kebijakan pembatasan sosial berupa physical distancing (jaga jarak) dan social distancing yang diajurkan pemerintah setempat, membuat arus transaksi di pasar menjadi sepi.

“Ya pendapatan kami menurun drastis. Kalau sebelumnya dalam dua hari kami bisa meraup omzet mencapai Rp.2.500.000, saat ini mendapatan itu merosot tajam hanya bisa mencapai Rp500 ribu saja,” ungkap Surtina.

Kondisi Pasar Binaya Kota Masohi yang terlihat sepi dari pengunjung

Surtina mengaku, biasanya dalam dua pekan dagangannya bisa terjual dalam jumlah besar. Ia mencontohkan, untuk komoditi telur ayam, sebelum adanya wabah Corona dengan waktu dua pekan telur yang dijual bisa mencapai 50 rak.

“Sekarang  malah lebih sepi.  Dua minggu hanya mampu menjual 15 rak telur, itupun dicapai dengan susah payah,” bebernya lagi.

Selain telur, kata Surtina,  gula juga mengalami penurunan permintaan. Menjelang Ramadhan, biasanya ia menjual sebanyak 400 kg gula pasir dalam sebulan. Saat ini hanya mampu menjual 25 kg dalam sebulan akibat sepinya pembeli.

Senada dengan Surtina, pedagang lainnya, Ima Tuhepaly juga mengakui hal yang sama.

“Sebelum ada corona, beta (saya) bisa mampu menjual  3 karung  bawang merah ukuran 25 kg dalam sebulan. Sekarang  ini satu karung saja  belum habis terjual,” beber Ima.

Hal yang sama juga diungkap Sari. Pedagang tempe ini mengaku hasil jualannya ikut merosot tajam. Sebelum ada wabah corona, penjualan tempe di kiosnya bisa laku terjual mencapai 150 (bungkus/papan) per hari.

“Saat ini tambah susah hanya kisaran 50 papan tempe yang terjual per hari,” ungkap Sari.

Pantauan beritabeta.com di pasar Binaya rata-rata pedagang mengeluhkan hal yang sama.  Rata-rata pendapatan mengalami penurunan sekitar 50 %.  Mereka berharap kondisi seperti ini cepat berakhir, sehingga roda perekonomian di pasar tradisional itu bisa berjalan normal kembali.

“Kami hanya berharap wabah ini secepatnya berlalu, agar hasil dagangan kami bisa laku terjual seperti sebelumnya. Dan pemerintah daerah juga harus bisa menihat persoalan yang melilit kami para pedagang disini,” harap Surtina (BB-ES)