Oleh: Said Keliwar (Peneliti Bidang Kepariwisataan, Kapus Pengkajian Kepariwisataan dan Dosen Program Studi Pariwisata Poltek Negeri Samarinda)

KEPARIWISATAAN akan menjadi salah sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) melalui devisa negara maupun perputaran ekonomi melalui usaha pariwisata.

Sektor Kepariwisataan menjadi salah satu sektor strategis. Hal ini telah tertuang di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 yaitu program pembangunan difokuskan pada lima sektor yaitu, pembangunan infrastruktur, maritime, energy, pangan dan pariwisata (IMEPP).

Sebagai sektor strategis pembangunan kepariwisataan harus dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kekeluargaan, kemandirian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis serta kesetaraan dan kesatuan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumuhan ekonomi.

Selian itu, juga untuk menekan angka kemiskinan, mengatasi pengangguran, dan melestarikan sumber daya baik sumber daya lingkungan, maupun sosial budaya yang menjadi daya tarik dan/atau potensi daya tarik wisata.

Pembangunan pariwisata sebagai salah satu sektor yang kedapan diharapkan menjadi sektor unggulan (leading sector) telah berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi nasional.

Berdasarkan data laporan Kementerian Pariwisata menunjukkan bahwa pencapaian kinerja sektor kepariwisataan terhadap PDB Nasional untuk tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan setiap tahun.  Pada tahun 2016 perolehan PDB mencapai 4,13%, dan meningkat pada tahun 2017 yaitu sebesar 5%, serta juga terjadi peningkatan pada tahun 2018 yaitu sebesar 5,25%.

Sementara itu, dari apsek devisa, sektor kepariwisataan telah memberikan pemasukan terhadap devisa negara dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Pada tahun 2016 devisa negara dari sektor kepariwisataan sebesar Rp 176,23 Triliun,  jumlah tersebut meningkat pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp. 202,13 Triliun serta terus meningkat pada tahun 2018 yaitu sebesar Rp. 224 Triliun.

Selain itu, sesuai dengan tujuan pembangunan kepariwisataan, maka sector kepariwisataan juga dapat menciptakan lapangan kerja baru yang disediakan untuk masyarakat sebagai upaya menekan angka kemiskinan, mengatasi mengangguran serta mensejahterakan masyarakat.

Secara statistik jumlah tenaga kerja pada sektor kepariwisataan untuk 3 tahun terakhir juga menunjukkan terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.  Pada tahun 2016 jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor kepariwisataan adalah sebanyak 12,28 juta orang, sementara pada tahun 2017 mengalami meningkatan sebanyak 12,60 juta orang, dan jumlah tersebut terus mengalami peningkatan pada tahun 2018.

Jika ditinjau dari profil kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara (foreign tourist) maupun wisatawan nusantara (domestic tourist), tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Untuk wisatawan mancanegara pada tahun 2016 terjadi kunjungan sebanyak 12,02 juta kunjungan, pada tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 14,4 juta kunjungan, serta pada tahun 2018 meningkat menjadi 15,81 juta kunjungan. Sedangkan disisi lain bagi wisatawan nusantara juga terjadi peningkatan perjalanan wisata untuk  tiga tahun terakhir.

Jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2016 adalah sebanyak 244,33 juta kunjungan, dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebanyak 270,82 juta kungjungan, serta pada tahun 2018 meningkat menjadi 303,5 juta kunjungan.

Berdasarkan data-data yang telah diuraikan di atas, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana posisi Provinsi Maluku, khususnya Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur dapat mengambil peran dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten dengan berjuluk ‘Ita Wotu Nusa’ ini? baik secara komprehensif, terintegratif serta berkelanjutan untuk meningkatkan PAD?.

Kemudian meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, menekan angka pengangguran, menciptakan lapangan kerja baru, menciptakan peluang kerja (usaha) di bidang pariwisata, serta meningkatkan daya kreativitas masyarakat dalam menciptakan produk-produk lokal (ekonomi kreatif), dsb.

Kebijakan tentang perencanaan pembangunan kepariwisataan di tingkat nasional, Presiden Republik Indonesi dalam pidatonya telah menyampaikan bahwa pemerintah akan menyiapkan lima tahapan besar dalam program kerja kedepan, yaitu, meneruskan pembangunan infrastruktur (termasuk pengembangan kawasan-kawasan ekonomi dan kawasan pariwisata), pembangunan sumber daya manusia, investasi yang seluas-luasnya, reformasi birokarasi, penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran.

Selain itu, kebijakan tentang perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional juga telah termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisaan dan Peraturan Menteri nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025.

Maka pemerintah menentukan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN). Berdasarkan KPPN untuk Provinsi Maluku terdiri dari kawasan pengembangan Banda Neira dan sekitarnya, kawasan pengembangan Buru dan sekitarnya, kawasan pengembangan Manusela- Masohi dan sekitarnya, kawasan pengembangan Tanimbar dan sekitarnya, dan kawasan pengembangan Kei dan sekitarnya. Semua kawasan-kawasan pengembangan pariwisata tersebut masuk dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Nasional Ambon-Banda Neira dan sekitarnya.

Jika dilihat dari rencana pembangunan kepariwisataan nasional, Kabupaten Seram Bagian Timur belum secara jelas, namun jika dilihat dari aspek perwilayahan maka, perencanaan kawasan pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Seram Bagian Timur termasuk ke dalam kawasan pengembangan pariwisata Manusela-Masohi dan sekitarnya.

Pertanyaan selanjunya adalah bagaimana kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Seram Bagian Timur dalam merencanakan pembangunan kepariwisataan saat ini dan kedapan? Apakah sektor pariwisata menjadi sektor unggulan selain pertanian dan perikanan dalam memberikan kontribusi bagi PAD?

Bagaimana perkembangan usaha pariwisata, peluang kerja, bagaimana visi dan misi daerah apakah pariwisata sudah masuk di dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah Daerah. Bagaimana pula posisi pariwisata di dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, dan sebagainya?

Pertanyaan- pertanyaan tersebut dapat menjadi evaluasi diri bagi pemerintah daerah sebagai eksekutif maupu bagi legislatif terutama dalam penyusunan dokumen perencanaan maupun penyusunan Perda, serta rencana strategis perangkat daerah (Renstra Dinas Pariwisata Kabupaten Seram Bagian Timur).

Oleh karena itu, optimalisai kebijakan pengembangan sektor kepariwisataan sangat diperlukan, hal ini jika dilihat dari sangat beragamnya potensi daya tarik wisata di Kabupaten Seram Bagian Timur, terutama daya tarik wisata alam dan budaya.

Secara geografis Kab. SBT sebagian besar terdiri dari laut yaitu kurang lebih 11.935,84km2, sedangkan luas wilayah daratan hanya sekitar 3.952,08 km2, dengan demikian potensi daya tarik wisata alam terutama wisata bahari (panorama alam bawah laut), pulau-pulau dan pesisir menjadi potensi unggulan, selain wisata alam di wilayah daratan (air terjun, sungai, gunung, hutan, lembah, dsb).

Berbagai jenis dan beragamnya nilai-nilai kebudayaan, adat-istiadat, tari-tarian, pola kehidupan masyarakat dsb yang dimiliki oleh masyarakat yang tersebar di 16 kecamatan yang ada di SBT juga tentu menjadi potensi daya tarik wisata budaya yang unik dan perlu untuk dilestarikan serta dikembangkan dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan kepariwisataan.

Tujuan dimaksud adalah, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, menekan angka pengangguran dan kemiskinan, melestarikan sumber daya lingkungan dan budaya, serta mempererat hubungan antar kampung/kecamatan, serta tentu memberikan kontribusi bagi PAD.

Tulisan ini hanya sedikit memberikan gambaran tentang potensi kepariwisataan di Kabupaten SBT yang sangat beragam, namun belum dikelola dan dikembangkan secara optimal, sesuai dengan motto Ita Wotu Nusa (kita membangun daerah).

Maka untuk membangun kepariwisataan bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak pemerintah daerah saja, akan tetapi peran semua stakeholder pariwisata yaitu pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, swasta (usaha kepariwisataan), LSM, dan akademisi (***)