Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST (Penulis merupakan Statistisi Muda BPS Kolaka, Sulawesi Tenggara)

Bonus demografi merupakan isu kependudukan klasik yang sering kita dengar. Disebut bonus karena dipercaya akan menghasilkan nilai tambah tertentu bagi wilayah yang mengalaminya. Lalu, apa sebenarnya bonus demografi itu?

Bonus demografi merupakan kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).

Indonesia sendiri diprediksi pada tahun 2030-2040 akan mengalami kondisi tersebut. Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diprediksi mencapai 297 juta jiwa.

Dengan proporsi seperti itu, jelas secara teori Indonesia akan memperoleh keuntungan dari bonus demografi. Namun, ada kemungkinan bahwa bonus demografi di Indonesia, belum bisa dicapai pada periode tersebut. Kenapa? Saat ini kita masih dalam kondisi pandemi.

Dimana hampir semua kegiatan, termasuk bekerja dilakukan di rumah. Artinya, interaksi dalam keluarga akan semakin intens. Khususnya, para suami dan istri. Hal inilah yang menjadi isu lanjutan dari Covid-19.

Dimana jumlah kehamilan akan bertambah banyak, dan secara otomatis akan bertambah juga jumlah kelahiran.

Dengan bertambahnya jumlah kelahiran, maka pada periode 2030 akan bertambah pula penduduk usia belum produktif (<15 tahun), jika hal ini terjadi maka rasio ketergantungan tentu akan meningkat.

Dengan meningkatnya rasio ketergantungan yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk belum produktif, artinya meningkat pula beban yang akan ditanggung oleh penduduk usia produktif.

Tinggal sekarang, menurunnya rasio ketergantungan akankah sampai di batas bonus demografi? Ini yang menarik ditunggu.

Disisi lain, Covid-19 tidak hanya akan menambah jumlah penduduk belum produktif.

Jika wabah ini belum dapat dikendalikan, maka berkurangnya penduduk usia produktif dikarenakan meninggal tertular wabah akan menjadi resiko lanjutan yang patut diwaspadai.

Rasa-rasanya hal tersebut sangat mungkin terjadi. Walaupun sebagian penduduk usiaproduktif bekerja dari rumah, namun sebagian besar lainnya tidak bisa melakukan pekerjaandari rumah begitu saja.

Mereka harus turun ke keramaian, bertatap muka langsung denganorang banyak. Jadi potensi mereka tertular akan tinggi.

Dibalik kesulitan, pasti ada kemudahan. Ketika wabah masih belum jelas kapan akan berakhir, maka kita harus pandai memanfaatkan peluang yang ada. Peluang yang paling nyata ada di sekitar kita adalah pemanfaatan teknologi dalam menunjang kebutuhan sehari-hari.

Khususnya untuk penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan, dimana mereka memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan.

Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, penduduk di perkotaan bisa melakukan aktivitas jual beli secara online, sehingga bisa mengurangi potensi berkerumun saat antrian.

Pemanfaatan teknologi ini, juga bisa diterapkan kepada penduduk belum produktif untuk belajar berwirausaha sejak dini. Penggunaan gadget yang hanya untuk main-main saja, harus segera diubah, dan orang tua pun mempunyai peran yang sangat penting atas hal ini.

Dari segi pendidikan, rasanya bukan alasan lagi untuk setiap penduduk belum produktif tidak masuk ke dalam dunia pendidikan. Karena sekolah sudah bisa dilakukan secara online juga. Hanya saja, hal ini masih sulit diterapkan di wilayah remote. Karena keberadaan sinyal yang sangat terbatas.

Lansia pada tahun 2035 dan seterusnya merupakan pemuda aktif dan enerjik di tahun sekarang. Oleh karena itu, perbekalan mereka untuk menjadi seorang lansia harus dipersiapkan dari sekarang, saat masih muda.

Pada masa mendatang tentunya yang paling kita harapkan adalah Indonesia memiliki lansia yang sehat dan bisa aktif dalam kegiatan perekonomian rumah tangga. Untuk itu, pemuda saat ini harus menjaga pola makan yang sehat dan bergizi.

Di dalam agama Islam, anjuran untuk berpuasa tiap hari senin dan kamis, maupun puasa tengah bulan Hijriah merupakan salah satu cara untuk menjaga pola makan, agar usus dan lambung kita ada waktu untuk beristirahat.

Selain itu, mencukupi kebutuhan kalori dan protein harian juga menjadi penting untuk dilakukan. Karena kalori dan protein merupakan zat penghasil energi di dalam tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Kemudian, untuk mendorong lansia masa depan agar tetap aktif dalam perekonomian rumah tangga salah satu caranya adalah para pemuda saat ini banyak terjun ke pekerjaan yang tidak terlalu menguras fisik.

Hal itu dimaksudkan agar mereka pada saat memasuki usia senja tetap bisa berkontribusi pada perekonomian rumah tangga. Contohnya adalah sebagai data scientist.

Pekerjaan data scientist merupakan pekerjaan yang "seksi" di abad ini, selain penghasilan mereka terhitung tinggi, orang-orang seperti mereka pun belum banyak.

Ditambah lagi banyak perusahaan yang baru menyadari pentingnya data. Ketika masih muda, mereka seharusnya banyak "berinvestasi" ilmu mengenai data scientist, sehingga pada masa mudanya dia bisa kokoh secara ekonomi dengan penghasilan yang tinggi.

Dan di masa tuanya pun dia tetap bisa menjadi seorang data scientist atau menjadi pengajar para pemuda yang ingin menjadi data scientist berikutnya.

Oleh karena itu, mari kita sadari bersama bahwa masa tua itu harus dipersiapkan semenjak masih muda, sehingga persiapan menyongsong bonus demografi memang harus matang. Terlepas fenomena tersebut akan terjadi atau tidak.

Bekal untuk penduduk usia tidak produktif lagi pada periode 2030-2040 harus disiapkan secara matang dari sekarang, agar mereka tetap mampu produktif di masa tuanya.

Apalagi bagi penduduk yang belum produktif di masa sekarang. Mereka memiliki kewajiban yang lebih tinggi untuk mempersiapkan modal manusia yang lebih bermutu (*)