"Bukan saja DAK yang lamban direaliasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Maluku juga masih rendah. Dari total pagu DIPA Rp21,1 triliun untuk 428 satuan kerja, realisasi baru Rp11,7 triliun atau 55,49%. Padahal, waktu tersisa hanya empat bulan sebelum tahun anggaran berakhir"

 

BETABETA.COM, Ambon – Pemerintahan Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dan Wakilnya Abdullah Vanath sepertinya belum menunjukan kinerja yang memuaskan.

Hal ini terlihat dari relaisasi penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Provinsi Maluku yang masih sangat rendah dari besaran pagu Rp1,38 triliun baru sebesar 27,18% atau sekitar Rp375 miliar.

Kondisi ini pun menjadi perhatian anggota  Wakil Ketua I Komite IV DPD RI, Novita Anakotta, yang mengaku angka ini paling rendah dibandingkan komponen Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).

Anakotta yang mendampingi Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung dalam kunjungan kerja (kunker) Komite IV DPD RI ke Maluku, pada Senin (25/8/2025) menegaskan, rendahnya penyerapan DAK bukan sekadar angka statistik.

Kondisi tersebut berdampak langsung pada pembangunan infrastruktur, pelayanan dasar, hingga kesempatan kerja masyarakat.

“Di balik angka ini ada jalan yang belum diperbaiki, Puskesmas dan sekolah yang belum direhabilitasi, serta proyek air bersih dan sanitasi yang tertunda,” ungkapnya.

Menyikapi kondisi ini, DPD RI meminta Pemerintah Provinsi Maluku segera memberi penjelasan transparan terkait hambatan yang terjadi. Apakah masalahnya pada perencanaan teknis, proses lelang yang rumit, keterlambatan pencairan, ataukah ada kendala spesifik lain?

“Kami perlu tahu agar dapat menyuarakan perbaikan regulasi dan mekanisme di tingkat pusat. Kunker ke Maluku kita ingin mendapatkan berbagai masukan sebagai pertimbangan terhadap RUU APBN Tahun anggaran 2026 nantinya,” tandas Anakotta.

Sementara Tamsil Linrung menegaskan, bukan saja DAK yang lamban direaliasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Maluku juga masih rendah. Dari total pagu DIPA Rp21,1 triliun untuk 428 satuan kerja, realisasi baru Rp11,7 triliun atau 55,49%. Padahal, waktu tersisa hanya empat bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

“Hampir setengah dana pembangunan masih mengendap di atas kertas,” kata Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung.

Menurut Tamsil, kondisi ini menunjukkan adanya paradoks di Maluku. Di satu sisi, kontribusi pajak dari Maluku terus meningkat, terutama pajak penghasilan yang naik hingga 10,39%. Namun, di sisi lain, realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) justru rendah, hanya 26,58% secara keseluruhan, bahkan DBH PPh hanya 5,09%.

Melalui forum dialog bersama Pemprov Maluku, Komite IV DPD RI berharap ada langkah konkret untuk mempercepat penyerapan anggaran, terutama DAK Fisik.

Hasil dari kunker ini akan dihimpun dan dirumuskan menjadi bahan pertimbangan resmi DPD RI terhadap RAPBN 2026.

Fakta keterlambatan ini menunjukan Pemerintahan LAWAMENA belum mampu menjalankan visi misi pemerintahannya yang tertuang dalam SAPTA CITA LAWAMENA (*)

Editor : Redaksi