Penempatan Guru Tidak Merata Jadi Problem Peningkatan Kualitas Siswa
BERITABETA.COM, Ambon – Penempatan tenaga guru di Provinsi Maluku dinilai belum merata, sehingga menjadi problem bagi dunia pendidikan di daerah ini. Ketimpangan ini masih saja ditemukan terjadi. Ada penumpukan tenaga guru pada sekolah tertentu, sebaliknya di sekolah tertentu juga masih ditemukan kekurangan tenaga guru.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Ruslan Hurasan mengatakan, ketimpangan ini yang menjadi penyebab tidak terjadinya peningkatan kualitas siswa.
“Memang kondisinya seperti itu. Banyak guru kita, baik di SMA/SMK bertumpuk pada sekolah-sekolah tertentu saja. Sehingga sekolah yang lain terjadi kekurangan guru,” ujar Ruslan Hurasan kepada wartawan di Kantor DPRD Maluku, Rabu (27/1/2021).
Terhadap masalah ini Komisi IV DPRD Maluku kemudian, mengundang Dinas Pendidikan Provinsi untuk membicarakan, agar ada kebijakan pemerataan guru. Terutama, PNS maupun guru kontrak harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi penumpukan guru kontrak di sekolah tertentu. Terutama di Kabupaten Maluku Tengah, banyak sekolah yang mengalami kekurangan guru, sehingga harus terdistribusi sesuai dengan kebutuhan.
“Dalam satu sekolah guru matematika dan fisika, masing-masing sampai dua orang. Ini yang harus dikurangi, agar menutupi kekurangan yang ada di sekolah lain,” tandas Wakil Rakyat dapil Maluku Tengah ini.
Dikatakan, jumlah guru kontrak di Maluku sebanyak 1.004 orang. Gaji mereka tetap Rp 1,5 juta perbulan, sehingga, tidak ada alasan untuk tidak dilakukan pemerataan.
Dinas Pendidikan, kata dia, juga diminta untuk membuat petunjuk teknis (Juknis) tentang pengaturan guru kontrak, karena diketahui, ada yang tidak pernah mengajar tetapi tiap bulan gajinya diterima.
“Ini harus di evaluasi. Selain itu, syarat menerima guru kontrak hanya untuk sekolah yang jumlah siswanya di bawah 300. Di atas 300 tidak lagi,”tegasnya.
Ia menambahkan, guru kontrak ini yang selalu mengisi kekurangan guru dengan mata pelajaran tertentu di sekolah yang kekurangan siswa di bawah 300. Dan itu banyak di Maluku.
Ke depan kata Ruslan, pemerataan tidak saja untuk guru honorer yang dibayar berdasarkan dana bos. Sementara, PNS dan guru kontrak yang di bayar langsung dengan APBD bertumpuk. Ini sangat tidak tepat.
Kondisi ini, lanjutnya, telah membuat komisi yang dipimpinnya mengusulkam untuk Dinas Pendidikan, untuk meninjau besar gaji honorer yang tadinya per bulan Rp 400 ribu hingga 600 ribu itu, disamaratakan dengan gaji guru kontrak sebesar Rp 1,5 juta agar tidak ada kesenjangan.
“Nanti Kadis Pendidikan akan melakukan rapat koordinasi dengan kepala -kepala sekolah dan payung hukum lewat juknis sehingga ini menjadi payung untuk menyetarakan gaji mereka antara honorer dan guru Kontrak,” ungkap Ruslan (BB-PP)