Pipit Pitriana, Peneliti yang Kini Meneliti Potensi Teritip Asal Maluku
Dengan melibatkan kajian biogeografi, hewan kosmopolit ini nantinya juga bisa dijadikan indikator perubahan iklim global.
“Teritip bisa hidup dimanapun, dari arktik sampai tropis, dari dingin sampai panas, dari laut dangkal sampai laut dalam, teritip juga bisa menjadi indikator perubahan iklim,” ujar Pipit.
“Jika jenis teritip yang biasanya hidup di iklim dingin ditemukan di daerah beriklim hangat, ini merupakan indikasi bahwa daerah tersebut mungkin terkena dampak dari pemanasan global,” sambungnya.
Dengan perairan Kepulauan Maluku yang sangat jernih, Pipit juga melihat potensi teritip Indonesia Timur untuk dibudidayakan sebagai bahan makanan eksotis yang nantinya bisa diekspor, seperti yang sudah dilakukan oleh Jepang dan Korea.
Penelitian lebih lanjut terkait pencegahan menempelnya teritip di berbagai permukaan juga bisa membantu dalam kesuksesan penanaman pohon bakau, yang selama ini banyak terganggu karena teritip yang menempel di akar-akar tanaman bakau muda.
“Jika kita mengenal organisme yang kita punya, maka kita pun dapat mengetahui kegunaan atau potensi makhluk hidup tersebut sekarang atau di masa depan,” ujar Pipit Pitriana.
Pipit merupakan salah satu ahli taksonomi dan sistematik di Indonesia. Ilmuan di bidang masih sangat sedikit.
“Jika saya kembali bertugas di Indonesia, saya ingin membagikan ilmu taksonomi yang saya dapatkan disini dan saya berharap di masa mendatang akan muncul ahli-ahli taksonomi dari Indonesia dan menguasai hewan, tumbuhan, dan semua makhluk hidup yang ada di Indonesia,” tutupnya (BB-DIO)