BERITABETA.COM, Ambon – Bentrokan antar warga desa bertetangga acap kali terjadi di wilayah Provinsi Maluku. masyarakat tidak perlu terporvokasi. Seluruh pihak punya tanggungjawab untuk bersama menjaga dan merawat hubungan antar umat beragama di provinsi seribu tersebut agar tetap hidup dan tumbuh dalam suasana yang harmonis.

"Kita tidak dapat mendeteksi kapan konflik komonual itu terjadi. Tapi kita dapat atau membentenginya dengan budaya Pela Gandong. Warisan leluhur ini sangat bernilai bagi kita sehingga harus dirawat dan dipelihara,” anjur Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Maluku, H. Yamin, dalam dialog public yang digelar Himpunan Pelajar Mahasiswa (Hipma) Nusa Puan Maluku   dengan tema; Eksistensi Persaudaraan Dalam Hidup Orang Basudara.

Selaku Pembicara dalam dialog ini Plt Kakanwil Kemenag Maluku menyatakan, budaya Pela Gandong adalah pagar yang ditanam para leluhur untuk menjaga anak cucu di provinsi bertajuk seribu pulau tersebut, agar tetap hidup dalam bingkai orang basudara yang cinta kerukunan dan kedamaian.

"Ale rasa beta rasa, katong samua basudara, slogan ini patut dijadikan kekuatan bagi kita untuk terus merawat dan memeliharanya dengan baik. Pela Gandong adalah warisan budaya para leluhur bagi kita,” tuturnya.

Yamin berujar, [Pela Gandong] merupakan budaya Maluku yang harus dijadikan sebagai kekuatan untuk mempersatukan masyarakat. Nilai budaya ini dianggap dapat mereda potensi konflik komunual [konflik antar kelompok] di Maluku.

"Melihat situasi di Maluku akhir-akhir ini, mengingatkan kita betapa pentingnya memahami dan mengimplementasikan artikulasi nilai-nilai hidup orang bersaudara, serta hidup berbeda agama dalam ikatan budaya Pela Gandong," ucapnya.

Menurut dia, kearifan lokal merupakan ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal atau legacy alias warisan dari generasi ke generasi di Maluku.

"Artinya dari sisi historis, kearifan lokal hadir untuk membentuk pengetahuan, dan kebiasaan di mana menjadi pedoman perilaku mayarakat dalam kehidupan sosial," jelasnya.

Yamin menegaskan, para leluhur di Maluku adalah orang-orang cerdas dan berperadaban. Mereka mampu melahirkan budaya di tengah keanekaragaman manusia, dan segala perspektifnya, agar mereka saling membantu demi menciptakan kerukunan antar sesame masyarakat.

Dia mengakui, eksistensi Pela Gandong di Maluku mampu menjadi perekat kekuatan dan dapat membangkitkan semangat persaudaraan yang memiliki kemampuan bertahan hingga sekarang meskipun di tengah ‘gempuran’ budaya luar.

Perubahan pola hidup masyarakat dewasa ini, lanjut Plt Kakanwil Kemenag Maluku, tidak akan mengubah ciri dan nilai-nilai kearifan local. Alasannya, legacy para leluhur tersbut sudah tertanam dan membentuk pola pikir masyarakat di negeri para Raja tersebut.

"Saya dan anda adalah Pela. Kampung A dan B adalah Gandong itu sudah final. Budaya ini tidak dapat terhapus sampai mati. Ia terus hidup dan tumbuh dari generasi ke generasi,” tegasanya.

Pela Gandong, sambung dia, sudah mampu melahirkan generasi yang bermartabat, membentuk karakter anak-anak bangsa di Maluku, bahkan berkontribusi menciptakan identitas diri sebagai masyarakat yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Olehnya itu melalui dialog tersebut, dia berharap, masyarakat mampu merawat dan melestarikan serta menjadikan nilai-nilai kearifan lokal [Pela Gandong] sebagai benteng untuk mencegah konflik komunal.

“Semoga bentrok antarwarga seperti yang sudah terjadi di beberapa negeri wilayah Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah dapat diselesaikan dengan baik,” harap H Yamin, yang juga Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil KEmenag Provinsi Maluku ini.

Dialog ini menghadirkan panelis yaitu; Mayor Inf/Pabangya Komsos Kodam XVI Patimura Ronaldo Sibuea, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Mohamad Roem Ohoirat, Kolonel Laut/Gabagops Binda (Wakabinda), R. Ichwan, Wakil Sekretaris Umum Sinode Gereja Protestang Maluku, Dr Rudy Rahabeat, Ketua Leparis Oma Dr Laros Tuhuteru, dan Ferdinand Pattipeilohi, dari Persekutuan Beilohi Amalatu. (BB)

 

Editor : Redaksi