Cerita di pagi itu, bukanlah hal yang baru. Sepanjang beberapa tahun, sejak Kilwaru ditetapkan sebagai desa binaan Program SOLID di Kabupaten SBT tahun 2013 silam, rutinitas pembinaan terhadap kelompok petani dan nelayan menjadi sebuah tradisi yang mengasyikan.

Mengunjungi Desa Kilwaru terasa seperti bertamasya menikmati pemandangan laut, gosong pasir dan aneka hidangan kuliner hasil laut yang menggoda.

Kilwaru mungkin menjadi sebuah nama yang akan mencuat kepermukaan, untuk setiap orang yang berkunjung dan ingin menyantap ikan demarshal [ikan dasar] segar di daerah ini.

Desa yang konon namanya diambil dari  kata  “Kilwar”. Sebuatan lain dari cahaya yang muncul dari sebuah daratan gosong [daratan pasir]. Memang menyimpan sejuta pesona alam dan juga potensi ikan demarshal yang berlimpah.

Bukan saja potensi ikan yang berlimpah. Kisah nelayan penangkap ikan demarshal di desa ini juga dipenuhi cerita unik. Banyak dari nelayan di Desa Kilwaru memilih melaut di waktu malam, karena datangnya malam juga membuat berbagai jenis ikan demarshal menjadi terlelap dan gampang untuk ditangkap.

“Ada jenis ikan yang namanya ikan Kakatua, sering nelayan disini menangkapnya dengan cara menyelam dan mendekatinya, kemudian mengaitkan kail di bagian mulut langsung di tarik ke permukaan air,”ungkap Ismail Rumau.

Parrotfish, atau yang sering dikenal dengan nama ikan Kakatua, merupakan salah satu jenis ikan demarshal yang menjadi sumber bahan baku bagi nelayan di Desa Kilwaru.

Ikan itulah yang menjadi fokus garapan program SOLID sebagai bahan baku menghasilkan beberapa produk olahan berupa ikan asin dan abon.

Sebelum program SOLID masuk ke Desa Kilwaru, ikan jenis ini, oleh warga setempat dianggap ikan kelas dua. Harganya miring di pasaran. Kadang juga tidak dikonsumsi, karena laut Seram Timur memang menjadi lumbung ikan demershal yang menyimpan puluhan hingga ratusan jenis ikan yang menggoda.

Desa Kilwaru,  yang membawahi sebanyak enam dusun  dengan jumlah penduduk ± 1000 jiwa itu,  secara hidtoris warganya memang memiliki tradisi pengolahan ikan asin secara tradisional.  

Tapi, untuk jenis Kakatua, memang tidak terlalu menggoda untuk diolah. Sejak hadirnya Program SOLID, kebiasaan masyarakat nelayan dalam pengolahan ikan asin tersebut dirubah menjadi lebih modern, jenis ikan pun tidak menjadi masalah.