Sayur Membusuk, Sapi Mati, Akibat Angkutan Logistik Tertahan 3 Hari di Namlea

Baik itu sayur-sayuran yang rusak, bahkan di hari kemarin ada satu ekor sapi yang mati.
"Bapak tahu sendiri kalau sapi di dalam mobil panas kalau katong (kita) parkir sudah tiga hari di pelabuhan,"beber Tontjie.
Tontjie dkk mengaku heran dengan kebijakan terbaru dari Pemprov Maluku, sebab saat mereka dari Ambon tidak diwajibkan rapid test antigen.
"Saat dari Ambon tidak ada kita diwajibkan rapid anti gen. Jangan jebak kita di sini,"keluhkan Tontjie.
Tontjie dan para sopir angkutan logistik yang tertahan di Namlea ini mengaku baru mengalami kejadian ini di Pulau Buru. Alasannya dari Pulau Ambon ke Pulau Seram pergi pulang tidak ada seperti ini.
“Hanya di Pulau Buru saja terjadi seperti ini, ke Pulau Seram, Masohi Kairatu, SBB itu tidak ada,"tukas Tontjie.
Sebagai masyarakat kecil, ia mengira-kira ada apa di Pulau Buru, seraya meminta agar sebarai rakyat kecil jangan libatkan mereka sebagai korban.
"Beta sebagai masyarakat kecil, kira-kira ada apa di Pulau Buru. Jangan libatkan kita sebagai masyarakat keci di sini. Jangan jadikan kita sebagai tameng. Kasihan ibu-ibu yang bawa sayur itu, sayurnya sampai rusak,"tandasnya.
Inti dari protes Tontjie dkk ini, mereka mengaku kebijakan rapid anti gen kepada para sopir logistik agar dihapus. Karena mereka sudah punya bukti surat berbadan sehat yang diperbaharui seminggu sekali.
"Kami mengharapkan dari pemerintah propinsi Maluku dan gugus Covid supaya kami jalan seperti biasa sebagai pengangkut logistik,"pinta Tontjie menyuarakan keinginan para sopir ini.
Ditambahkan, sewaktu mulai ada Covid-19 para sopir angkutan logistik ini sudah berdebat dengan petugas gugus Covid-19 di Ambon. Akhirnya mereka jalan seperti biasa setelah di-chek- up kesehatan dan mengantongi surat berbadan sehat.
"Kenapa di muka lebaran baru ada terjadi seperti ini. Kami sebagai masyarakat kecil sangat dirugikan,"soalkan Tontjie.
Kata para sopir ini, Rapid antigen itu Rp.300 ribu, bahkan ada yang Rp.400 ribu (BB-DUL)