BERITABETA.COM, Ambon — Sejak bulan Januari - Maret 2022, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Maluku menerima sebanyak 24 laporan masyarakat.

"Jumlah laporan yang diterima oleh Bidang Pemeriksaan Laporan Maladministrasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku pada triwulan pertama yaitu Januari hingga Maret 2022 adalah sebanyak 24 laporan," ungkap Kepala Bidang Pemeriksaan Laporan Maladministrasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku, Harun Wailissa dalam rilisnya yang diterima beritabeta.com, Jumat (22/4/2022).

Harun membeberkan, dari jumlah laporan tersebut, sebanyak 15 laporan telah selesai dan 9 laporan lainnya masih dalam proses penyelesaian.
 
"Dalam waktu tiga bulan, tingkat penyelesaian laporan berada di atas 62,5 % yakni 15 laporan selesai dan sisanya 9 laporan atau 37,5 % akan diselesaikan pada triwulan berikutnya," bebernya.

Dia mengaku, jumlah laporan yang diterima pada triwulan pertama berdasarkan instansi terlapor terbanyak ada di Pemerintah Daerah [Pemda] dengan rincian sebanyak 13 laporan masyarakat. 

Sementara untuk Badan/Lembaga Negara berjumlah 2 laporan, Kepolisian sebanyak 2 laporan, Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional [BPN] berjumlah 2 laporan, Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah [BUMN/BUMD] ada 2 laporan serta Perguruan Tinggi Negeri/Swasta berjumlah 2 laporan.
 
“Memang instansi yang banyak dilaporkan adalah pemerintah daerah di Provinsi Maluku dan substansi laporan adalah seputar pungutan liar. Salah satunya yang dilakukan oleh petugas di bagian cek fisik, pengambilan berkas atau arsip kendaraan," akuinya.
 
Ia menambahkan, substansi laporan lainnya adalah permasalahan bansos dan penundaan berlarut mengenai penyelesaian proses Pemilihan Kepala Desa [Pilkades].

Untuk kebijakan bantuan sosial kata dia, terkadang salah sasaran, sehingga setiap tahun pemerintah negeri/desa melakukan validasi data ulang untuk memastikan penerima bansos yang benar-benar berhak menerima.
 
“Beberapa pelapor yang kami tangani ada yang tidak mendapatkan bansos dan ketika kami turun lapangan, pelapor ini tidak masuk dalam kategori berhak mendapatkan bantuan sosial," cetusnya.

Harun juga mengemukakan, permasalahan terkait penundaan berlarut dalam penyelesaian proses pemilihan kepala negeri/desa yang banyak terjadi di daerah Kabupaten Maluku Tengah. 

Menurutnya, penundaan berlarut ini dapat mengganggu proses terbentuknya kepala negeri yang defintif.
 
“Sebagian besar desa/negeri di Kabupaten Maluku Tengah tidak memiliki kepala pemerintahan yang defintif dan hanya Plt. Oleh karena itu, pelapor datang dan melaporkan mengenai adanya tindakan penundaan berlarut dalam memproses pemilihan kepala negeri/desa," pungkasnya (*)

Editor : Redaksi