“Kanapa kebijakan ini berubah dengan menggunakan istilah hak sewa. Saya berusaha menenangkan teman-teman anggota forum agar tidak khawatir karena kita berhadapan dengan pemerintah dan belum ada kata sepakat," ucapnya.

Keluhan serupa juga disampaikan salah satu pengusaha bernama Shintya. Ia  mengakui kalau dirinya bersama semua anggota FKPM tidak mau membayar kepada PT. BPT karena nilainya berlipat ganda dimana nilai sewa bangunannya lebih dari Rp1,2 miliar dari 2022 hingga 2037.

Menyikapi hal ini,  Ketua Komisi III DPRD Maluku Richard Rahakbauw mengimbau agar  pemerintah daerah jangan dulu mengambil bagi para pengusaha, karena sementara ini Pansus Pasar Mardika bentukan DPrD Maluku sementara bekerja.

“Jadi harus menunggu kerja pansus sampai selesai dan dilihat keputusannya seperti apa, baru selanjutnya pemerintah daerah melalui Satpol PP bisa mengambil berbagai langkah hukum. Sepanjang kerja pansus belum selesai, saya minta pemda tidak boleh mengambil langkah hukum karena ini berkaitan dengan persoalan masyarakat, apalagi disampaikan langsung ke DPRD sehingga harus dibahas," tandasnya.

Dia juga menyebutkan kalau yang namanya Hak Guna Bangunan untuk kawasan seperti Ruko Mardika itu tidak bisa dialihkan menjadi hak milik.

Selain itu, Rahakbau menambahkan, ada perjanjian kerjasama pemda dengan PT. Bumi Perkasa Timur yang mendirikan bangunan di atas lahan pengeringan tersebut dan menggunakannya selama 30 tahun.

“Jadi setelah 30 tahun baru diserahkan ke pemda,” tutupnya (*)

Editor : Redaksi