BERITABETA.COM, Ambon – Jika Pilkada dikembalikan ke DPRD, lantas siapa yang dapat memberi garansi prosesnya tidak akan diselingi dengan politik transaksional serta jauh dari praktik korupsi?

Wacana pemilihan kepala daerah atau pilkada dikembalikan ke DPRD itu terendus dari mulut oknum elite di pusat.

Isu yang dihembuskan oknum terentu itu justru hanya menuai pro dan kontra di tengah public. Katanya, pilkada langsung atau kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, katanya banyak menimbulkan praktik korupsi.

Sebelumnya, Pimpinan MPR dalam hal ini Wakil Ketua MPR Yandri Susanto berdalih ide tersebut datang dari Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres.

Sebaliknya, wacana Pilkada dikembalikan ke DPRD seyogiyanya bukan merupakan gagasan atau ide dari pihak MPR.

Menyikapi wacana tersebut Akademisi di tanah air ikut bersuara. Salah satunya Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Nasional atau Unas, Dr Amsori.

Amsori bilang begini; merujuk pada semangat reformasi, menghendaki masyarakat Indonesia termasuk Maluku bebas dari belenggu orde baru.

Asa tersebut, menurut dia, masih gegap gempita terus berlanjut “seraya” berkata rakyat adalah raja  di negaranya sendiri.

“Namun setelah kebebasan itu berjalan selama 20 tahun lebih, banyak sekali kekacauan terutama di tingkat local atau daerah,”kata Amsori kepada beritabeta.com Rabu, (30/11/2022).

Direktur Pusat Data dan Riset (Pusdari) ini berujar, perhelatan pilkada langsung yang seharusnya menjadi tonggak kemajuan daerah, malah [menjadi] ladang subur korupsi.