BERITABETA.COM, Ambon – Terungkapnya borok  surat permohonan pemblokiran sejumlah sertifikat yang  dilayangkan Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku dalam kasus kredit macet di Bank Maluku, dengan tersangka   Yusuf Rumatoras, dinilai sebagai bentuk maladministrasi.

Surat  tertanggal 24 Juli 2014 yang ditujukkan kepada Kantor Badan Pertanahan Kota Ambon, itu secara formil tidak memenuhi unsur sebagai surat resmi sebagaimana lazimnya sehingga berakibat   cacat prosedural.

Penegasan ini disampaikan akademisi Unpatti yang juga Ahli Hukum Tata Negara   Dr. Sehrlock H. Lekipiouw,SH.MH kepada beritabeta.com di Ambon, Sabtu (19/1/2019), ketika dimintai tanggapan terkait kasus ini.

Likipiouw  mengatakan, terbitnya surat yang sarat dengan kejanggalan itu,  dari sisi yuridis formil aspek hukum kelaziman,  bentuk surat resmi sangat bertentangan.  Kemudian surat itu juga sangat bertentangan dari sisi legalistik materill yang  berhubungan dengan aspek perbuatan hukum dan akibat hukumnya.

“Keabsahan sebuah surat menjadi sangat penting karena berkaitan dengan asas kejelasan maksud dan tujuan serta asas legalitas penggunaan wewenang,” kata Lekipeuw.

Menurut dia, sebagaimana lazimnya suatu surat resmi setidaknya memenuhi beberapa unsur penting. Pertama unsur ciri antara lain pertama,  menggunakan kop surat  (jika dikeluarkan oleh lembaga), kedua,  menggunakan kop surat, perihal, tanggal dikeluarkan dan lampiran (jika diperlukan) dan ketiga, bagian inti surat berupa isi surat (maksud dan tujuan) dan keempat, bagian penutup antara lain penggunaan cap dan pejabat yang mengeluarkan.

“Secara hukum (legal formalistik) memiliki akibat hukum dalam hal ini berkaitan dengan apa yang disebut maladministrasi,” tegasnya.

Serlok menguraikan, maladministrasi merupakan konsep teknis dalam hukum administrasi yang berkaitan dengan perilaku aparatur pemerintahan yang berkosekuensi pada tanggunggugat pribadi.

Secara konseptual  maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut.

“Tindakan ini termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian material dan/atau inmateriil, bagi masyarakat dan orang perseorangan” tandas dia.

Aspek  Hukum

Berkaitan dengan aspek  hukum, Ahli Hukum Tata Negara ini menjelaskan, secara substansial, surat tersebut berkaitan dengan ‘perihal permohonan blokir sertifikat’ dalam kepentingan hukum dimaksud, rujukan hukumnya  secara materill adalah Permen Agraria/ATR Nomor 3 Tahun 2017.

Atas dasar itu,  kata dia, tindakan  pemblokiran tanah/pencatatan blokir itu adalah tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan keadaan status quo (pembekuan).  Dan dilakukan pada hak atas tanah yang bersifat sementara terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut.

“Jadi esensi pemblokiran itu dilakukan terhadap hak atas tanah atas perbuatan hukum atau peristiwa hukum,  karena adanya sengketa atau konflik pertanahan. Pencatatan blokir diajukan salah satunya dalam rangka perlindungan hukum terhadap kepentingan atas tanah yang dimohon blokir,” beber dia.

Untuk itu, tambah Lekipeuw,  dalam surat aquo harusnya  secara substansial (kepastian hukum) berkenaan dengan pemenuhan syarat dan persyaratan pengajuan blokir oleh penegak hukum (pasal 7), yang meliputi formulir permohonan.

Selain itu, juga harus disertai Surat Perintah Penyidikan, Surat Permintaan Pemblokiran dari instansi penegak hukum yang disertai pula alasan diajukannya pemblokiran dengan memuat keterangan yang jelas mengenai nama pemegang hak, jenis dan nomor hak, luas dan letak tanah, atau syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya,  Yustin Tunny, SH sebagai  kuasa hukum terdakwa  Matheus Adrianus Matitaputty, dalam rilisnya yang dikirim kepada beritabeta.com di Ambon, Rabu (15/1/2019) membeberkan sejumlah kejanggalan yang dilakukan pihak Kejati Maluku dalam menangani masalah ini.

Dalam proses pemblokiran sejumlah aset milik tersangka Yusuf Rumatoras, Yustin membeberkan adanya kejanggalan proses pemblokiran yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Ambon atas permintaan Tim Penyidik Jaksa Kejati Maluku.

“Dugaan kami surat permohonan dari Tim Penyidik Jaksa itu bodong, karena tidak memenuhi unsur-unsur sebagai surat resmi dari lembaga penegak hukum. Misalnya, tidak ada kop surat, nomor surat, cap (stempel) dan juga NIP dari Jaksa atas nama Rita Akolo, SH, MH yang menandatangi surat tersebut,”ungkap Yustin

Selian keabsahan surat tersebut, kata Yustin, pihaknya juga menemukan proses pemblokiran sejumlah surat sertifikat tanah yang bukan menjadi bagian dari jaminan kredit, sesuai Surat Perjanjian Kredit Nomor 31/PK/PMK/01/IV/2017 yang disepakati kliennya dengan tersangka Yusuf Rumatoras, SE dihadapan Notaris Pattiwael Nicolas.

“Saya menilai ada yang ganjal dalam proses pemblokiran aset surat berharga itu. Seharusnya yang diblokir adalah SHP No.2  saja yang menjadi jaminan dalam kredit itu, tapi yang terjadi itu terdapat sebanyak 27 sertifikat tanah,” ungkap Yustin.

Ironisnya, tambah Yustin, dalam amar putusan kasasi nomor : 2120 K/KID.SUS/2017 tidak ada satu pun amar putusan yang menyebutkan pemblokiran terhadap Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas tanah seluas 18.220 yang terletak di Jalan Ir. Putuhena, Rumah Tiga, Ambon yang dijaminkan tersangka, maupun sejumlah sertifikat lainnya. (BB-DIO)