Anggaran Pemilu Terbatas, Ini Penjelasan Ketua KPU Maluku
BERITABETA.COM, Ambon – Keluhan KPU di beberapa daerah kabupaten/kota di Maluku terkait minimnya anggaran Pemilu 2019 jika dibandingkan dengan anggaran pada Pilkada Maluku, dijawab oleh Ketua KPU Provinsi Maluku, Samsul Kubangun.
Kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Senin (8/4/2019) Kubangun mengatakan tidak ada masalah dengan anggaran pemilu serentak 2019 yang telah dialokasikan melalui KPU RI dan diberikan kepada 12 satuan kerja di daerah ini.
“Kami tidak ada masalah soal anggaran berkaitan dengan proses pembiayaan, baik itu proses lipat surat suara, penyortiran, maupun distribusi surat suara,” kata Samsul.
Jawaban Samsul berkaitan dengan temuan Komisi A DPRD Maluku saat melakukan kunjungan pengawasan ke 11 kabupaten/kota, di mana ada KPU dari beberapa daerah yang mengeluhkan minimnya anggaran pemilu 2019 yang lebih kecil dari anggaran pilkada gubernur 2018 yang mencapai Rp30 miliar.
Samsul menjelaskan, proses anggaran khusus untuk pemilu serentak 2019 dibebankan di APBN yang dikeluarkan oleh DIPA KPU RI, dan khusus untuk Maluku ada 12 satuan kerja, terdiri dari satu satker di provinsi dan 11 satker di kabupaten/kota.
Anggaran ini, kata dia, untuk menunjang proses tahapan pilkada serentak. Misalnya untuk penyaluran logistik pemilu atau membayar honor sortir, pelipatan surat suara dan sebagainya. “Tentu berbeda dengan anggaran pilkada gubernur, bupati, atau wali kota misalnya yang menggunakan sumber dana APBD,” ujarnya.
Untuk pemenuhan anggaran pemilu 2019, KPU memastikan seluruh kebutuhan anggaran terpenuhi karena KPU RI sudah melakukan revisi anggaran berkaitan dengan proses seluruh kebutuhan pemilu serentak 2019.
Dalam amanat undang-undang mengatur bahwa pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota membantu memfasilitasi berkaitan dengan distribusi logistiknya. “Jadi untuk anggaran berkaitan dengan kebutuhan logistik dan perlengkapan lainnya sesuai rakor logistik di Jakarta, anggarannya tercukupi dan tersedia berkaitan dengan revisi anggaran yang dilakukan KPU RI,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melki Frans mengatakan, sebagian besar KPU kabupaten dan kota mengeluhkan minimnya alokasi anggaran dari KPU pusat dalam menunjang pelaksanaan program dan tahapan pemilu Presiden-Wapres serta pemilu legislatif pada 17 April 2019.
“Rata-rata KPU kabupaten/kota berkeberatan terhadap kebijakan KPU pusat soal penganggaran yang dialokasikan lewat APBN, sebab nilainya kurang dari 30 persen dibanding nilai anggaran pilkada Maluku 2018,” katanya.
Kondisi ini diketahui ketika komisi A DPRD Maluku melaksanakan kunjungan pengawasan ke Kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, Buru, Buru Selatan, Kota Tual, Maluku Tenggara, dan Kabupaten Kepulauan Aru.
Minimnya anggaran pemilu ini tentunya berimplikasi terhadap kemungkinan KPU di daerah tidak dapat mendistribusikan surat-surat suara ke TPS yang dianggap jauh sebab biaya yang dialokasikan terlampau murah.
Contoh di Kabupaten Maluku Tenggara, Sekretaris KPU setempat langsung menyatakan bahwa kemungkinan sekian banyak surat suara tidak dapat didistribusikan karena penganggarannya sangat kecil yakni hanya Rp17 miliar, sedangkan untuk Pilkada Maluku saja sekitar Rp30 miliar.
Sehingga terjadi kekurangan Rp13 miliar, maka daerah-daerah kepulauan seperti ini sangat mempengaruhi. Kemudian soal pelipatan surat suara secara tidak langsung menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat tetapi nilainya juga merosot, di mana pilkada Maluku dengan APBD yang begitu seret namun DPRD bisa bahas bervariasi per setiap kabupaten dan kota.
Namun khusus untuk Kabupaten Malra mereka membayar kepada anggota masyarakat, aktivis, atau ormas-ormas yang membantu pelipatan surat suara rata-rata dibayar Rp200 per lembar, tetapi kini anggaran untuk pemilu 2019 hanya dibayar Rp80 per lembar. (BB-DIO)