Polimik Kotak Suara Kardus, KPU Diminta Jawab Spekulasi ke Publik
BERITABETA. COM – Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus secara terbuka, komprehensif, akuntabel, terukur, dan sistematis menjelaskan soal spesifikasi, anggaran, fungsionalisasi, dan keamanan kotak suara karton (kardus) kepada publik.
Desakan ini disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini seperti dikutif Republika.co.id, Selasa (18/12/2018).
Menurut Titi, KPU juga semestinya menyampaikan alasan, pertimbangan, argumen, dan logika dibalik pembuatan keputusan untuk memilih kotak suara karton dari lima varian pilihan kotak suara transparan yang pernah disimulasikan KPU sejak akhir 2017.
“KPU mutlak harus segera mejelaskan kepada publik dengan sebaik dan sejelas mungkin, agar tidak terjadi spekulasi ataupun konspirasi opini di masyarakat yang pada akhirnya bisa mendegradasi kepercayaan publik pada KPU dan proses penyelenggaraan pemilu,” kata Titi.
Selain itu, Titi mengatakan KPU juga harus menjelaskan soal jaminan atas optimalisasi fungsi kotak suara sebagai penyimpan surat suara pemilih dan hasil penghitungan suara di TPS ke tingkatan yang lebih atas. Titi mengatakan, adanya kotak suara karton yang memicu kontroversi dan cenderung menjadi spekulasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPU.
KPU, kata dia, harus membuktikan bahwa kotak suara karton ini memiliki standar kemampuan minimum untuk menyimpan surat suara yang sudah dicoblos pemilih.
Selain itu, KPU juga harus menjelaskan instrumen pengamanan yang disediakan KPU untuk memastikan keamanan suara yang ada di dalamnya.
Untuk itu, menurutnya, KPU harus memastikan bahwa mereka memiliki prosedur operasi standar (SOP) dalam pengelolaan dan pengamanan kotak suara ini. Yang mana, SOP itu dipahami dan ditaati seluruh jajaran sampai ke tingkat yang paling bawah.
Ia lantas menuturkan soal penggantian kotak suara alumunium menjadi kotak suara karton. Ketika UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disahkan, Titi mengungkapkan Perludem adalah salah satu yang paling protes keras dengan ketentuan baru dalam UU itu yang memerintahkan penggantian kotak suara alumunium dengan kotak suara transparan.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 341 ayat (1) UU 7/2017 yang berbunyi “Perlengkapan kotak suara untuk pemungutan suara harus bersifat transparan, yang bermakna bahwa isi kotak suara harus terlihat dari luar.”
“Mengingat saat itu kotak suara alumunium juga masih bisa dipakai. Kok tiba-tiba mau diganti total oleh pembuat UU dengan kotak suara transparan,” ujar Titi.
Pembuat UU Pemilu saat itu, kata dia, di luar kebiasaan mengambil alih penentuan jenis kotak suara yang yurisprudensinya selalu diputuskan KPU. Pada 2017 sebagai jalan tengah, ketika itu Perludem meminta KPU tetap menggunakan kotak suara alumunium yang masih dalam kondisi baik dan layak sebagai kotak suara pemilu.
Di samping, mengadakan kebutuhan sisanya dengan kotak suara transparan sebagaimana perintah UU. Namun usulan itu menurutnya memang memicu perdebatan, berhubung Penjelasan Pasal 341 sudah sangat eksplisit mengatur bahwa kotak suara harus berupa kotak suara transparan. Sehingga, menggunakan kotak suara aluminium dianggap bertentangan dengan UU 7/2017.
Setelah KPU sudah memutuskan mengadakan kotak suara karton kedap air dengan satu sisi yang transparan, Titi menekankan bahwa KPU perlu segera memberikan penjelasan kepada publik alasan memilih kotak suara karton kedap air dari sekian pilihan yang ada. Tentu, menurutnya, ada pertimbangan di balik setiap keputusan.
“Ini diperlukan (klarifikasi kepada publik) agar ada informasi berimbang dari KPU dan menjawab berbagai spekulasi yang saat ini berkembang luar biasa,” lanjutnya.
Titi mengatakan, Kotak suara karton sejatinya sudah digunakan untuk kepentingan penyimpanan surat suara sejak Pemilu 2014. Pengggunaannya berlanjut pada Pilkada Serentak 2015, 2017, dan 2018. Pada awalnya, ia menuturkan kotak suara karton ini hanya untuk melengkapi kekurangan kotak suara aluminium yang ketika itu masih terus digunakan.
Kotak suara aluminium sudah dipakai sejak pemilu 2004. Namun, jumlahnya makin menyusut karena rusak, hilang, dicuri, ataupun kurang akibat pertambahan jumlah pemilih yang makin besar dari pemilu ke pemilu.
Pada waktu itu, kata Titi, kotak suara kartonnya tidak transparan, alias semua sisinya berupa karton kedap air. Karton kedap air dengan sisi transparan baru pertama kali digunakan karena Perinta Penjelasan Pasal 341 UU 7/2017 yang menyebutan isi surat suara harus bisa dilihat dari luar. Penggunaannya pun untuk seluruh TPS yang ada.
Ia berpandangan, kotak suara karton memang bisa rusak kalau terendam dalam air, lebih mudah terbakar, dan bisa saja kena rayap bila disimpan tidak cermat. Namun, menurutnya, hal itu bergantung penuh pada tata kelola kotak suara oleh KPU, bagaimana penggudangan dan penyimpanannya, serta pengawasannya.
Sebelumnya pada Pemilu 2004, kotak suara yang digunakan berbahan logam atau aluminium. Pada pemilu 2009, kotak suara menggunakan bahan dari kayu. Hal itu bertujuan untuk mencegah membengkaknya dana. Di samping itu, bahan baku kayu di daerah dinilai mudah ditemukan dengan harga murah. Pada 2014, kotak suara yang digunakan berbahan karton atau kardus. (BB-ROL)