BERITABETA.COM, Ambon – Anggota DPRD Provinsi Maluku Dapil Pulau Buru Aziz Hentihu, SE menilai statemen sekaligus wacana yang disampaikan pengamat militer dan pertahanan Prof Salim Said terkait upaya karantina bagi eks kombatan ISIS, di Pulau Buru merupakan ide konyol.

Rencana pemulangan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS di Suriah, yang sementara menjadi isu hangat ini, tak pantas dikaitkan bahkan disamakan dengan penanganan (pembuangan) eks Tapol G30S PKI di Pulau Buru pada era 1965.

“Ide Prof Salim Said itu konyol. Sebagai wakil rakyat kami menolak dengan tegas, karena Pulau Buru sudah berkembang menjadi daerah maju dan tidak pantas ratusan eks kombatan ISIS itu dikarantina dan dibina di Pulau Buru.,”kata Aziz dalam rilisnya yang diterima beritabeta.com, Selasa (11/2/2020) sore.

Politisi PPP Maluku ini menilai,  stigma Pulau Buru sebelumnya sebagai daerah tertutup, sangar dan tempat pembuangan dan inrehab Tapol G30S PKI tahun 1965 sudah lama pulih.

“Sudah cukup beban sejarah Pulau Buru di masa lampau itu terjadi karena kebijakan Pemerintah saat itu  dengan menempatkan ribuan orang yang terpapar idiologi komunis pasca peristiwa 1965. Ini tidak boleh lagi terulang,” tegas Aziz.

Menurut Aziz, dengan adanya wacana dan ide yang dilontarkan Prof Salim Said  yang mengungkit Pulau Buru sebagai daerah yang layak untuk menempatkan eks anggota ISIS, itu sama halnya dengan mengulang sejarah kelam tanah berjuluk Bupolo itu.

Apalagi, kata Aziz ratusan orang itu juga terpapar racun ideologi baru, jelas akan mengganggu proses pembangunan daerah apalagi image dan citra positif Pulau Buru saat ini.

“Pulau Buru sudah berubah menjadi daerah terbuka dan berkembang dan sedang bergeliat dalam pembangun di Maluku, sehingga sangat tidak relevan menempatkan posisi Pulau Buru sebagai objek lokasi dalam diskusi agar Pulau Buru dijadikan daerah karantina eks kombatan ISIS,” tandas Aziz.

Ia menegaskan, andai ide ini diterima dan benar terjadi,  maka dipastikan masyarakat Pulau Buru dan Maluku  umumnya  akan menolak keras rencana ini,  karena kelak akan dapat menimbulkan permasalahan baru di Pulau Buru termasuk mengganggu persepsi terkait iklim keamanan dan investasi daerah Maluku.

“Saya menyarankan kepada Prof Salim Said, sebaiknya sebelum menyinggung nama Pulau Buru, harus mencari tahu informasi terkini terkait Pulau Buru agar bisa mengetahui perkembangan yang terjadi saat ini,” bebernya.

Ia menambahkan, Pulau Buru saat ini bukan lagi  Pulau Buru seperti era tahun 60-an dan 70-an yang masih terisolir, gelap, tertutup dan dapat  menerima begitu saja usulan terutama kebijakan Jakarta.

“Kami menolak keras kemungkinan kebijakan aktifitas deradikalisasi dan karantina eks ISIS di Pulau Buru seperti ide konyol yang disampaikan Prof. Salim Said,  karena ide ini berbahaya dan merugikan daerah kami,” tandasnya. (BB-DIO)