APIP – APH Teken MoU, Gubernur Minta Aparatur Tegak Lurus Ikuti Kode Etik
BERITABETA.COM, Ambon – Pemerintah Daerah Maluku melalui Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) bersama Aparat Penegak Hukum (APH), dalam rangka penanganan pengaduan masyarakat terkait indikasi korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Maluku.
Penandatangan MoU ini berlangsung di lantai 7 Kantor Gubernur Maluku, Selasa (13/8/2019), melibatkan sejumlah pihak antara lain, para bupati/walikota, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kapolres se-Provinsi Maluku, sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI dengan No. 700/8929/SJ; No. KEP-694/A/JA/11/2017; No. B/108/XI/2017 tanggal 30 Nopember 2017.
Hadir dalam acara ini Gubernur Maluku Irjen Pol (Purn) Murad Ismail, Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tumpak Haposan Simanjuntak, Direktur Tipikor Mabes Polri, Brigjen Pol. Djoko Purwanto, Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Pidana Khusus, Sudung Situmorang dan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Triyono Haryanto, dan Plt Kepala Inspektorat Provinsi Maluku, Rosana Soamole.
Gubernur Maluku dalam kesempatan ini menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Pusat atas adanya perjanjian kerjasama yang digear, sebagai wujud tanggungjawab, terlebih khusus demi terciptanya sinergitas dan saling percaya antara APIP dengan APH.
Gubernur mangatakan, Presiden Joko Widodo pernah berharap agar pelaksanaan program di daerah tidak terganggu hanya karena kekhawatiran terhadap kriminalisasi kebijakan. Harapan itu, disampaikan Presiden sebagai tanggapan atas hasil evaluasi pemerintah terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah yang agak lambat beberapa waktu lalu.
Untuk itu, kata gubernur, penandatangan MoU yang melibatkan tiga lembaga terkait, yakni Kemendagri, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI, merupakan salah satu jawaban atas harapan yang pernah disampaikan Presiden sebagai upaya ataupun formula baru untuk menghadang kiriminalisasi kebijakan di lingkungan pemerintah daerah.
“Ke depan, semua dugaan penyimpangan kebijakan ditangani APIP terlebih dahulu. Jika hanya kesalahan administrasi, itu tidak akan dilanjutkan ke ranah pidana, namun jangan coba-coba apabila terindikasi terjadi korupsi, kolusi ataupun nepotisme, saudara-saudara pasti tahu muaranya, tentunya siap berhadapan dengan aparat penegak hukum,” tegas gubernur.
Mantan Komandan Korps Brimob Polri ini menjelaskan, butuh sinergitas dan saling percaya antara APIP dan APH yang menjadi kunci utama dalam pelaksanaan tugas penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi tipikor, sehingga tidak saling mencurigai yang pada akhirnya saling intip mengintip.
Menurut gubernur, perjanjian kerjasama ini menjadi pedoman dalam pelaksanaan kerjasama saling mendukung antara APIP dan APH, menjadi sarana untuk saling tukar menukar data dan informasi atas laporan atau pengaduan masyarakat. Artinya, mekanisme penanganan laporan/pengaduan ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya masing-masing, namun sangat diharapkan agar APH harus selalu berkoordinasi dan menggandeng APIP dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat.
APIP juga diharapkan menjadi ujung tombak untuk melakukan audit atas kerugian keuangan negara ataupun daerah sebelum dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh APH.
“APIP harus menjadi pencegah terjadinya kerugian daerah, sehingga perlu adanya pendampingan APIP terhadap pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan, sebagaimana surat edaran saya tentang Pengawasan atas Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan oleh Satuan Kerja tanggal 24 Juli 2019,” tandas gubernur.
Untuk itu, tambah gubernur, APIP harus bisa bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Saya peringatkan kepada APIP agar jangan sekali-kali merubah rekomemdasi yang seharusnya pidana menjadi administrasi. APIP harus tegak lurus terhadap standar dan kode etik,” tegasnya.
Begitupun, kata Gubernur, APH ketika dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi korupsi tindak pidana korupsi tidak langsung dilakukan penyelidikan.
Seperti diketahui dalam Nota Kesepahaman antara Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI, telah menekankan bahwa koordinasi APIP dan APH tidak ditujukan untuk melindungi tindakan kejahatan ataupun membatasi APH dalam penegakan hukum.
Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimatum remedium atau upaya akhir dalam penanganan suatu permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kerjasama ini tidak ditujukan untuk melindungi tindakan kejahatan ataupun membatasi APH dalam penegakan hukum.
Setelah penandatangan kerjasama ini, akan dilanjutkan dengan sosialisasi terkait koordinasi APIP-APH dengan menghadirkan nara sumber, Inspektur Jenderal Kemendagri, Tumpak Haposan Simanjuntak, dan Kepala Bagian Analisis dan Evaluasi Itjen Kemendagri, Ahmad Husin Tambunan.
Itjen Kemendagri, Tumpak Haposan Simanjuntak dalam paparannya mengatakan, substansi kerjasama adalah koordinasi antara APIP-APH.
“Permasalahan PKS saat ini adalah, siapa yang terus menerus melakukan koordinasi, apa yang dikoordinasikan belum secara jelas terinci, kapan berkoordinasi, dimana berkoordinasi, bagaimana berkoordinasi. Hal inilah yang seharusnya dikomunikasikan antara APIP dan APH. Saya kira komunikasi 2 arah antara APIP dan APH itu penting,” kata Tumpak.
Menurutnya, sinergitas yang baik diantara APIP dan APH akan menimbulkan responsibility dalam penanganan aduan, sehingga tim dapat mempertanggungjawabkan output dan outcome pengelolaan tugas.
Selain itu, Tumpak juga mengingatkan soal transparansi dan akurasi pelaksanaan PKS, baik ketepatan data atau informasi, tepat waktu (penanganan tidak berlarut-larut), tepat sasaran dalam penentuan status aduan, apakah bersifat administrasi atau terindikasi Tipikor, tepat tujuan dalam penanganan aduan tentunya akan berimplikasi pada perbaikan tata kelola pemerintahan (BB-DIO)