Bahas Sengketa Tanah di Maluku, Mercy : Pendekatan Adat Punya Peran Penting
BERITABETA.COM, Ambon – Sengketa tanah yang kerap terjadi di Provinsi Maluku dinilai merupakan sebuah dinamika yang harus cepat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan adat.
Maluku yang memiliki ragam adat dan budaya yang dianut masyarakatnya, tentunya memerlukan pendekatan yang berbeda dalam menangani masalah ini.
Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Maluku Mercy Chriesty Barends berpendapat masalah sengketa tanah dan lahan di di Provinsi Maluku tidak bias hanya diselesaikan dengan menggunakan pendekatan juridis semata. Pendekatan adat merupakan pilihan tepat dalam menangani masalah sengketa yang melibatkan sejumlah negeri di daerah ini.
"Seperti kita ketahui, sebagian besar wilayah di Maluku merupakan negeri-negeri adat yang warganya masih kuat memegang adat, budaya dan tradisi yang diwariskan oleh leluhur. Jadi sengketa tanah atau lahan bisa diselesaikan menggunakan adat dan budaya masyarakat setempat," kata Mercy Barends kepada wartawan usai kegiatan sosialisasi Pemetaan Batas Desa/Kelurahan Provinsi Maluku yang digelar Badan Informasi Geospasial (BIG) di Hotel Santika, Ambon, Jumat (4/11/2022).
Mercy menjelaskan, tidak semua sengketa batas wilayah yang melibatkan daerah kabupaten dan negeri yang terjadi harus diselesaikan dengan pendekatan hukum yang berlaku di Negara ini. Pasalnya, penguasaan satu wilayah, lahan atau tanah tentunya memiliki historis menurut adat yang dipegang warga sekitar.
“Banyak konflik melibatkan masyarakat adat di beberapa wilayah. Proses penyelesaiannya pun kerap menggunakan pendekatan hokum, padahal pranata hukum adat di Maluku masih dijunjung tinggi dan dihargai oleh masyarakat adat. Hukum adat bisa menjadi panglima untuk menyelesaikan sengketa tanah, lahan dan sumber daya alam," tandasnya.
Ia menguraikan, biasanya dalam penyelesaian masalah batas wilayah dalam hukum adat, para tokoh adat masing-masing negeri akan bertemu untuk berembuk tentang sengketa yang terjadi, dan masing-masing raja akan membawa bukti dokumen kepemilikan yang telah disepakati di desa masing-masing untuk dibicarakan dan diputuskan secara bersama-sama.
Jika sengketa tanah dan batas wilayah antar masyarakat adat sudah bisa diselesaikan, maka batas-batas wilayah yang disepakati secara adat itu bisa digunakan oleh negara termasuk BIG untuk menentukan titik koordinat batas tanah masing-masing desa atau negeri tersebut.
Hal ini, kata dia, dapat pula memperkuat posisi tawar masyarakat adat terhadap tanah atau wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki.
“Jika sudah punya kekuatan hokum, maka pastinya nilai tawar ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat adatr pula. Artinya negara akan mengakui apa yang sudah diputuskan secara adat, jika keputusan ini kemudian diperkuat lagi dengan terbitnya peraturan daerah (Perda) berkaitan dengan pengakuan hak ulayat masyarakat adat,” beber dia.
Kegiatan sosialisasi Pemetaan Batas Desa/Kelurahan Provinsi Maluku ini juga dihadiri oleh sejumlah narasumber dan juga Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG Antonius Bambang Wijanarto.
Di hadapan puluhan peserta, Bambang memaparkan BIG memiliki program percepatan pemetaan batas desa dan kelurahan.
"Kami menyiapkan kebijakan umum terkait teknis dan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap teknis penetapan dan penegasan batas desa."tandasnya.
Peta Indonesia, kata sudah bisa diakses semua orang melalui telepon genggam, tetapi orang tidak mengetahui sumber peta dan arti peta itu sendiri, sehingga berbagai sosialisasi tentang informasi geospasial perlu dilakukan terus menerus.
“Keberadaan peta suatu daerah memegang peranan penting, terutama untuk kepentingan investasi, pengembangan wilayah. Banyak masalah yang muncul saat ini ujung pangkalnya karena peta. Investasi tidak jalan karena investor tidak yakin apakah satu daerah aman untuk investasi, konflik batas wilayah dan kepemilikan lahan, semuanya bermuara karena peta," paparnya.
Untuk itu, tambahnya BIG sementara mempercepat pemetaan dasar skala besar dengan penyusunan strategi mulai dari teknologi pengambilan, pengolahan, hingga manajemen data.
Hal ini ditempuh menyusul hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya, memberi kesempatan BIG menggunakan format kerja sama, sehingga percepatan bisa dilakukan.
“Kita juga mengingkan agar masyarakat dapat memahami geospasial secara gambling, sehingga pembangunan di daerah akan mendapatkan dukungan data yang baik, sehingga akan naik dengan signifikan,” tandasnya (*)
Editor : dhino pattisahusiwa