BERITABETA.COM, Ambon – Bahasa daerah Saleman yang digunakan masyarakat Desa Saleman, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Maluku termasuk satu diantara 20 bahasa daerah di Provinsi Maluku dan Maluku Utara  yang dikategorikan terancam punah.

Hal ini disampaikan Kepala Bidang Perlindungan dari Pusat Pengembangan dan Perlindungan (BPPB) Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dr. Ganjar Harimansyah, dalam sambutannya pada acara puncak Revitalisasi Bahasa Saleman di  Desa Saleman, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Malteng, tanggal 12 Juli 2019 yang rilisnya diterima beritabeta.com, Selasa (16/7/2019).

Ganjar mengatakan, Indonesia sangat kaya dengan bahasa daerah. Kekayaan itu di satu sisi merupakan kebanggaan, di sisi lain memberi tugas yang tidak ringan pada bangsa Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya melindungi, menggali manfaat, dan mempertahankan bahasa daerah di tengah ancaman kepunahan.

Menurut Ganjar, di Kepulauan Maluku sendiri baru tercatat 70 bahasa yang tersebar di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Di antara puluhan bahasa itu ada sekitar 20-an bahasa yang terancam punah.

“Salah satunya bahasa Saleman yang terus mengalami kemunduran, baik dari aspek jumlah penutur maupun dalam pemakaiannya dalam komunikasi.” ungkapnya.

Menyikapi hal ini, BPBP Kemendikbud bersama Kantor Bahasa Maluku kemudian melakukan upaya Revitalisasi Bahasa Saleman yang puncak acara berlangsung pada tanggal 12 Juli 2019.

Acara ini merupakan rangkaian dari kegiatan koordinasi dan pelatihan-pelatihan kebahasaan yang  dilaksanakan dua bulan sebelumnya dalam rangka melestarikan bahasa Saleman.

Hal senada juga disampaikan Kepala Kantor Bahasa Maluku, Dr. Asrif, M.Hum., dalam acara itu mengatakan bahwa kegiatan revitalisasi merupakan upaya melestarikan bahasa daerah agar tidak punah.

Menurutnya, upaya revitalisasi bahasa Saleman ini selain untuk melestarikan bahasa Saleman itu sendiri, juga merupakan upaya untuk menjaga identitas budaya Saleman.

“Jika bahasa punah, terjadi kematian bahasa sekaligus kematian budaya,” tegasnya.

Sementara itu, Dr. Yeyen Maryani, M.Hum., sebagai pakar bahasa dari BPPB yang mengoordinasikan kegiatan itu juga menyampaikan bahwa melestarikan bahasa daerah perlu peran seluruh pihak, terutama pemerintah daerah.

Keberpihakan pemerintah daerah bukan sekadar lisan, tetapi harus direalisasikan untuk mencegah kepunahan bahasa daerah. Tugas pemerintah daerah ini tentu didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014.

Puncak acara Revitalisasi Bahasa Saleman ini melibatkan tokoh masyarakat, warga setempat, serta para siswa SD, SMP, dan SMK yang ada di Desa Saleman. Kegiatan ini merupakan lanjutan kegiatan tahap pertama yang dilaksanakan pada bulan April 2019.

Pada tahap ini, tim yang terdiri atas tiga staf dari BPPB dan satu staf dari Kantor Bahasa Maluku melakukan survei dan koordinasi dengan pemangku kebijakan setempat. Selain itu, tim revitalisasi dan masyarakat setempat juga berdiskusi untuk menentukan kegiatan apa yang cocok untuk melindungi bahasa Saleman.

Revitalisasi bahasa ini merupakan salah satu program yang dilaksanakan Kemendikbud dalam rangka pelindungan terhadap bahasa daerah sebagai amanat Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Dengan ayat itu, negara memberi kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan bahasanya sebagai bagian dari kebudayaannya masing-masing. (BB-DIO)