BERITABETA, Ambon – Sikap DPRD Kota Ambon mengambil langkah inisiatif untuk menyelesaikan kericuhan terkait proses pembongkaran lapak dan rumah milik warga di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Ambon, nampaknya menemui jalan buntu.

Hal ini terjadi lantaran agenda rapat bersama dengan melibatkan  kantor Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX, Provinsi Maluku, tidak terwujud. Nampaknya, pihak BPJN ogah hadir untuk membahas persoalan tersebut.

Anggota DPRD Kota Ambon, Rovik Akbar Afifudin kepada pers di Ambon, Kamis (11/10/2018) mengatakan, pihaknya telah mengagendakan untuk menggelar rapat bersama Pemerintah Negeri Batu Merah, warga setempat dengan melibatkan pihak BPJN.

“Agenda kita hari, Kamis 11 Oktober,  namun dari pihak balai jalan tidak dapat hadir, kata Rovik.

Menurut Rovik, pihaknya telah melakukan  koordinasi menyangkut agenda  rapat tersebut ke kantor BPJN, tapi jawaban yang didapat adalah  seluruh staf di kantor BPJN  sementara berada di luar kota.

“Padahal kita sangat berharap agar pihak Balai Jalan bisa hadir dalam rapat bersama dengan masyarakat dan Pemerintah Neegeri Batu Merah untuk mrmbahasa status tanah di kawasan  jalan Jenderal Sudirman,  tapi mereka tidak hadir,” tandasnya.

Agenda rapat bersama ini dilakukan, berkaitan dengan aksi demonstrasi yang telah dilakukan oleh ratusan warga yang bermukim di Jalan Jenderal Sudirman. Warga setempat menolak Pemkot Ambon melakukan penggusuran terhadap sejumlah lapak dan pemukiman yang dibangun di sisi jalan tersebut. Mereka berdalih telah memenuhi ketentuan membangun lapak dan rumah sesuai keputusan yang ditetapkan pihak BPJN Wilayah IX Maluku.

“Kita telah mengagendakan kembali rapat bersama dengan pihak BPJN. Kita berharap, rapat berikut ini pihak BPJN bisa hadir agar bisa menjelaskan status tanah yang diklaim  adalah milik Balai Jalan itu,” ujar Rovik.

Sementara itu, koordinator warga jalan Jenderal Sudirman,  Mansyur bersama masyarakat lainnya terus meminta pertanggungjawaban dari Pemkot Ambon atas penggusuran rumah dan tempat usaha yang dibongkar. Mereka merasa dirugikan karena setelah rumah dan tempat usaha mereka digusir, Pemkot Ambon lantas membiarkan mereka tanpa ada solusi untuk merelokasi mereka ketempat lain.

“Tanah yang kami tempati itu, kami beli pasca konflik horizontal terjadi di Kota Ambon pada tahun 1999 lalu. Kami merasa sangat dirugikan. Rumah dan tempat usaha kami digusur tanpa diberikan solusi kemana kami harus tinggal, “ ungkap Mansyur (BB/DIO)