Hari ini adalah puncak dari sepuluh deretan hari terbaik. Hari dimana para tamu Allah menggelar jamuan istimewa, menghapus dosa menghiba bermacam pinta. Takbir, tahlil, dan tahmid, menggema memenuhi langit di manapun dari penghuni bumi, kaum Muslimin.
Jika menyebut Nusantara, Papua mewakili. Datang ke Sorong, semua latar belakang kultur ada di sana. Mereka menyatu. Tepat jika kota Sorong menampakan wajah menyatunya republik. Ekonomi bergeliat. Digerakan oleh seluruh elemen.
Maka belajarlah cinta dari kitab - kitab para ulama. Cinta yang tak akan membawa kita berujung pada hilangnya nyawa justeru membawa pada kemuliaan cinta. Saling mencinta tersebab ikatan cinta yang sama, cinta di jalan Sang Maha Cinta.
Banyak kisah dalam Al - Qur'an justeru lebih indah dilihat dengan cara tafsir daripada menggunakan pola sejarah. Bersama para guru yang mumpuni, mentadaburi kitab ini, di situ akan kita temui hanya dengan satu kata saja Al - Qur'an mampu menjawab sebuah pertanyaan besar.
Sebuah video viral, merekam seorang anak berlari menyusul iring - iringan yang mengusung jenazah ayahnya. Diantara sayat tangisnya, tangannya menggapai - gapai keranda. Dengan wajah tanpa harapan, ia ikut mengawal jasad ayahnya di barisan terdepan.
Sepanggal kalimat yang menyembul dari celah-celah pepohonan, ketika kami melintasi jalan-jalan penuh lumpur liat menuju negeri Maraina di bentangan pegunungan Seram Utara.
Pemerintah Indonesia tak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Ucapan selamat dan pengakuan kemerdekaan Indonesia yang dikirimkan Presiden Israel Chaim Weizmann dan Perdana Menteri Ben Gurion tak pernah ditanggapi serius pemerintah Indonesia.
Setahun terakhir ini khususnya, telah terjadi kekerasan bagi warga Palestina di Yerusalem. Dampak COVID-19 pada komunitas kita dikerdilkan oleh efek pelecehan tanpa henti, penangkapan, pembongkaran rumah, dan pemindahan oleh otoritas Israel, yang pada akhirnya bermuara pada pembersihan etnis kota.
Saya dan Meyti tak pusing lagi dengan berita demo anti Soeharto di Jerman. Pasalnya, Meyti tiba-tiba menunjuk tulang kering salah satu bocah penjual kacang. Pada tulang keringnya, mengalir darah segar.
Saya berpikir akan menelepon Toriq Hadad. Saya tahu dia belum tidur di tengah malam seperti ini. Deadline majalah biasa sampai pukul 12 malam, saya melihat arloji saat itu pukul 1 dini hari. Saya yakin, Toriq masih berjaga, atau mungkin sedang melakukan shalat malam.