Catatan :  Almudatsir Sangadji

Kiprah Abdul Muthalib Sangadi atau A M Sangadji  dalam sejarah  pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak banyak diulas dalam buku-buku sejarah. Padahal sosok ini  dikenal juga sebagai salah satu dari tiga serangkai Syarekat Islam, bersama HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim.  Dia juga salah satu peserta Sumpah Pemuda 1928 di Jakarta. Lantas siapa sebenarnya A M Sangadji?   

Oemar Dahlan, dalam Majalah Suara Muhammadiyah terbitan No.4/64 TH 1984 menulis artikel berjudul “Monumen A M Sangadji di Tenggarong (Tokoh Trio SI: Tjokro-Salim–Sangadji)”, karena   penasaran nama  Abdul Muthalib Sangadji (A M Sangadji) tidak banyak dikenal dan ditulis seperti dua nama dari trio Syarekat Islam (SI), yakni HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim.

Tiga nama ini dikenal sebagai trio SI, yang kemudian menjadi Partai Syarekat Islam Indonesia, yang lebih dikenal dengan PSII. Apalagi menurut Oemar  Dahlan  Sangadji adalah tokoh penting di Kalimantan Timur, terutama Tenggarong, Kutai Kartanegara.

“Tidak sedikit dari pemuda Samarinda dan Kalimantan pada umumnya,  yang sesudah Indonesia merdeka menjadi orang-orang penting, juga dalam pemerintahan,  yang tadinya menjadi “murid” Sangadji, setidaknya pernah berguru pada Sangadji,” ungkap Oemar dalam tulisannya itu.  

Oemar Dahlan tertarik menulis artikel itu, karena tidak banyak buku atau tulisan sejarah pergerakan Nasional, khususnya yang berkaitan dengan SI  mengungkap nama A M Sangadji.

Padahal Sangadji adalah kawan  seperjuangan yang seangkatan dengan HOS  Tjokroamnito dan Haji Agus Salim  dalam masa jaya-jayanya SI dalam dasawarsa tahun dua-puluhan dulu. Mereka bertiga boleh dikatakan merupakan trio yang saling melengkapi  dalam pimpinan SI.

Monumen AM Sangadji di di Tenggarong, Kutai Kertanegara

Salah satu rujukan Oemar Dahlan dalam  mengungkap nama A M Sangadji dalam tulisan itu, karena dia membaca artikel yang ditulis Mr. Mohammad Roem dengan judul, “ Potret HOS Tjokroaminoto”,  yang dimuat Majalah “Budaya Djaja” Jakarta,  No. 52 bulan September 1972.

Dalam artikel tersebut Roem mengatakan Tjokro-Salim-Sangadji adalah masing-masing orator “Par exelence”, ahli pidato ulung, yang mempunyai ciri sendiri-sendiri.

Roem sendiri adalah seorang diplomat dan salah satu  pemimpin di  Indonesia di masa perang kemerdekaan. Di era Presiden Soekarno,  Roem menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, kemudian Mendagri.