Jejak Juang 'Si Jago Toea' AM Sangadji
Konon, lanjut Roem, Sangadji memiliki suara saat pidato seperti geledek. Sedangkan Tjokro memiliki keistimewaan suara konsisten dan berwibawa, sehingga orang di baris depan mendegar suara Tjokro sama kerasnya dengan orang di belakang.
Mungkin karena suaranya saat pidato seperti geledek itu, Sangadji digelar si Jago Tua. Kombinasi trio Tjokro dari Jawa, Salim dari Padang-Minangkabu, dan Sangadji dari Maluku-Ambon, menggambarkan corak perjuangan kebangsaan kemerdekaan Indonesia kala itu. Saat Bhineka Tunggal Ika menjadi semboyan Negara sesudah kemerdekaan, Roem kemudian teringat kombinasi Tokro-Salim-Sangadji di tahun 1925.
Dalam buku Sam Habib Mony, “A M Sangadji menuju Indonesia Merdeka”, terbitan Halaman Moeka Publishing, 2016, Jakarta, Sangadji juga berkiprah dalam Ambon Seileiden atau Sarikat Ambon yang dimotori Alexander Jacop Patty.
Ambon Seileiden didirikan A Y Patty di Semarang oleh A Y Patty pada tahun 1927. Namun karena A Y Patty ditangkap Belanda, sehingga Syarikat Ambon lainnya dibentuk Mr. J Latuharhary di Surabaya.
Ambon Seileiden adalah organisasi Pemuda berhaluan nasional pro republik, berbeda dengan arah perjuangannya dengan perkumpulan Pemuda Ambon yang bernama Moloeksch Politiek Verbond dibawah pimpinan dr. Apituley dan dr. Tehupiory, yang berkeinginan Indonesia tetap dengan kerajaan Belanda.
Setelah tertangkapnya A Y Patty, mereka yang tergabung dalam Moloeksch Politiek Verbond, menilai cara radikal AY Patty merugikan Syarikat Ambon, karena seringkali mendapatkan reaksi keras dari pihak Belanda.
Menjelang peristiwa Sumpah Pemuda 1928, terjadi rapat pemuda di Jakarta selama dua hari, dari 27 – 28 Oktober 1928 untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Sebanyak 80 orang pemuda dari berbagai daerah sebagai panitia dan peserta. Saat itu Sangadji sudah aktif di PSII, sedangkan Johanis Leimena aktif Parkindo. Keduanya kemudian menjadi utusan Jong Ambon. Leimena menjadi panitia, dan Sangadji menjadi peserta utama dalam rapat-rapat dan peristiwa sumpah pemuda.
Awal Mula Pergerakan
Setelah menyelesaian sekolah Mulo di Ambon pada tahun 1909, Sangadji kemudian bekerja sebagai Grifeer Landraad atau panitera pada Pengadilan Negeri Saparua. Sedangkan kakak tertuanya Abdoullah Sangadji bekerja pada kantor Residence van Amboina, dan kakak nomor duanya bekerja sebagai jakas penyidik pada kantor Hoofd Djaksa Amboina.