BERITABETA.COM, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mengingatkan pemerintah untuk tidak berpuas diri dengan data yang dirilis  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang angka peningkatan 1,14 poin Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) pada tahun 2021.

Politisi PKS ini menyebut klaim pemerintah sebagai bentuk keberhasilan kinerja perbaikan lingkungan secara umum ini belum dapat mewakili semua kondisi yang ada.

IKLH merupakan komposit dari Indeks Kualitas Air, Indeks Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Tutupuan Lahan.

Slamet menyatakan, meskipun nilai IKLH mengalami peningkatan, namun masih terdapat beberapa permasalahan utama lingkungan yang sangat mendesak untuk segera ditanggulangi, seperti soal timbunan sampah.

Ia menguraikan jika diakumulasikan selama 5 tahun terakhir total timbunan sampah Indonesia mencapai 379,34 juta ton atau rata-rata 75,87 juta ton/tahunnya. Sementara kemampuan mengolah sampah masih di bawah 50 persen setiap tahunnya.  

"Selain itu ancaman dari limbah medis yang bersumber dari penanganan pandemic Covid-19 juga terus mengalami lonjakan menurut data Kementerian kesehatan tahun lalu, timbulan limbah B3 dari Fasilitas Layanan Kesehatan (Fayankes) mencapai 920.224 kg/hari," ujar Slamet dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (4/3/2022).

Slamet menyatakan, minimnya alokasi anggaran pada Ditjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 sebesar Rp264 miliar pada tahun 2022 tidak mencerminkan sikap responsif pemerintah terhadap peningkatan limbah sampah Covid-19 khususnya dan pengelolaan pencemaran sampah pada umumnya.

"Di sisi yang lain pemerintah daerah juga kewalahan dalam penyediaan anggaran pengelolaan sampah akibat refocusing anggaran untuk penanganan pandemic Covid-19," tuturnya.

Ia menambahkan, pengelolaan sampah harus dimulai dari rumah melalui pemilahan dan mekanisme 3R.

"Selain itu pemerintah daerah dan masyarakat harus bersama mendorong pengarusutamaan ekonomi sirkular dari pengelolaan sampah sehingga memberikan sebuah perspektif baru pengelolaan sampah yaitu menghasilkan uang," kata legislator dapil Jawa Barat IV ini.

Sejak Maret 2020 hingga Juni 2021, akibat pandemi Covid-19 di Indonesia telah menghasilkan sebanyak 18.460 ton limbah medis kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

Limbah medis tersebut berasal dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, tempat isolasi, karantina mandiri, uji deteksi dan kegiatan vaksinasi.

"Limbah yang termasuk limbah medis B3 di antaranya seperti infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, alat pelindung diri (APD), pakaian medis, sarung tangan, alat PCR dan antigen, serta alkohol pembersih swab,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melalui konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden.

Siti memperingatkan, data tersebut belum meliputi angka yang sesungguhnya. Proyeksi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), memperkirakan jumlah limbah medis bisa mencapai 493 ton per hari.

“Pengelolaan limbah medis juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. KLHK merespon hal ini dengan memberikan relaksasi penggunaan insenerator pada fasilitas kesehatan. Relaksasi itu berupa percepatan izin dan pelonggaran penggunaan tanpa izin dengan syarat suhu 800 derajat celcius,” jelas Menteri Siti (BB)

Editor : Redaksi