Untuk itu kata Fahri, anggota Parpol bisa diberhentikan karena melanggar AD/ART partai politik. Dengan demikian, jika corak dan karaker kepemimpinan Parpol yang despotisme, oligarkis, elitisme, serta feodel maka tentu secara hukum sudah tidak sejalan dengan tujuan asasi parpol untuk mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat sesuai perintah peraturan perundang-undangan.

“Bahwa memang jika dilihat secara lebih seksama dan mendalam, terkait ketiadaan aturan hukum “legal vacuum” yang dapat menjangkau fenomena hukum tersebut di internal Parpol, jika suatu AD/ART melanggar konstitusi atau UU diatasnya, maka yang dibutuhkan adalah suatu langkah terobosan “breakthrough” secara hukum sema-mata untuk tercipta tertib norma hukum secara berjenjang,” tukas Fahri Bachmid.

Fahri mengatakan, proses pengajuan judicial review AD/ART Demokrat ke MA tersebut secara yuridis akan berimplikasi menjadi terobosan hukum “rule breaking” penting dan signifikan dalam tata hukum nasional  oleh MA RI.

Selain itu, secara teoritik hal tersebut sangat dibolehkan kalau bukan dikatakan dianjurkan.

Artinya, lanjut  Fahri, ada implikasi yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi ketidakpastian hukum itu sendiri “rechtsonzekerheid” atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan di masyarakat, yang lebih jauh lagi akan berakibat kepada kekacauan hukum “rechtsverwarring” itulah urgensi dan pentingnya dari “lagal action” ini sesungguhnya.

“Berangkat dari keadaan serta kebutuhan itu, maka idealnya pengaturan terhadap produk AD/ART Partai Politik telah harus diciptakan pranata pengujiannya oleh kekuasaan yudisial sesuai orientasi cita-cita negara hukum,” paparnya.

Partai Politik berkedudukan sebagai badan hukum publik sesuai putusan MK.  Pasal 3 ayat (1) UU 2/2011 menyebutkan “Partai Politik harus didaftarkan ke Kementerian untuk menjadi badan hukum”.

Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD/ART, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik (Permenkumham 34/2017) menyebutkan bahwa “pendaftaran partai politik” adalah pendaftaran pendirian dan pembentukan partai politik untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum partai politik.

Selanjutnya Pasal 1 angka 2 Permenkumham 34/2017 kemudian menyebutkan “Badan Hukum Partai Politik adalah subjek hukum berupa organisasi partai politik yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, eksistensi Parpol sebagai Badan Hukum Publik juga telah ditegaskan dalam putusan MK Nomor 60/PUU- XV/2017 dan Putusan Nomor 48/PUU- XVI/2018.