BERITABETA.COM –  Jalan panjang pengusutan kasus penyaluran Dana Hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI melalui Kemenpora Tahun Anggaran 2018, kini memasuki babak baru.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka baru. Imam dijerat dalam pengembangan kasus.

“Dalam penyidikan tersebut ditetapkan dua orang tersangka yaitu IMR, Menteri Pemuda dan Olahraga dan MIU, Asisten Pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (18/9/2019).

Alex menuturkan, Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018. Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.

“Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018,” ujar Alex.

Akibat perbuatannya, Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Miftahul sudah lebih dulu ditahan KPK pada awal bulan ini. Kasus ini merupakan pengembangan kasus dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Pada kasus awal, KPK menjerat 5 tersangka, yaitu Ending Fuad Hamidy, Johnny E Awuy, Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto.

Ending dijerat dalam jabatannya sebagai Sekjen KONI, sedangkan Johnny sebagai Bendahara Umum KONI. Baik Ending maupun Johnny telah divonis bersalah dalam pengadilan, dengan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara bagi Ending dan 1 tahun 8 bulan penjara bagi Johnny. Sedangkan 3 orang lainnya, yaitu Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto, masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ini Sosok Imam Nahrawi

Dikutip dari viva.co.id, pria yang  akrab disapa Cak Imam atau Imam ini lahir di Bangkalan, Jawa Timur pada 8 Juli 1973 dan dibesarkan dalam keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU). Masa kecilnya dihabiskan di Bangkalan, Madura. Imam baru hijrah ke Surabaya saat dia menempuh kuliah.

Kesungguhan pria kelahiran Bangkalan terjun ke dunia aktivis membuka lebar kariernya. Bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa, Imam Nahrawi menjadi anggota DPR hingga menteri. Puncaknya, penyuka olahraga pacuan kuda ini menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.

Karakter kepemimpinannya mulai muncul saat kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel. Berbagai kegiatan kampus dia ikuti dan dia menjadi ketua umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur pada usia 24 tahun.

Setelah lulus dari Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, dia memulai terjun ke dunia politik.

Di PKB dia dipilih  sebagai kepala  Sekretariat Jenderal DPP PKB pada tahun 1999. Dia banyak belajar kepartaian dengan cepat. Imam juga menjadi staf khusus Wakil Ketua DPR dari PKB. 

Pada pemilu 2004, dia terpilih menjadi Anggota DPR. Karier di partainya pun terus naik. Dia menjadi Sekjen DPP PKB untuk periode 2008-2014. Pada pemilu berikutnya, secara berturut-turut terpilih kembali menjadi anggota DPR RI. Imam memiliki kemampuan kampanye yang efektif.

Dia membuat stiker yang mewajibkan warga NU adalah PKB, dan PKB adalah NU. Hal itu dilakukannya saat pemilu legislatif. Pada Pilpres 2014, dia mencobanya kembali dengan kemasan yang berbeda. Dia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Timnas Badan Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Hasilnya, Jokowi menang dan presiden terpilih ini meminta Imam untuk menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga. Dunia olahraga bukan yang baru bagi Imam. Selain penggemar bulatangkis dan tenis meja, Imam ternyata penggemar olahraga pacuan kuda dan dia memiliki sejumlah kuda pacu di kediamannya di Sidoarjo, Jawa Timur. (berbagai sumber)