KDMP, Jalan Kemandirian Ekonomi Desa dan Harapan Baru bagi Indonesia

Oleh : Saadiah Uluputty (Anggota DPR Komisi V, Dapil Maluku, FPKS)
Di tengah gelombang besar transformasi ekonomi nasional, desa kini ditempatkan sebagai poros pembangunan yang strategis. Kehadiran Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) menjadi salah satu terobosan penting dalam memperkuat kemandirian ekonomi desa di seluruh Indonesia, termasuk di Maluku.
Daerah kepulauan yang selama ini menghadapi tantangan berat dalam akses ekonomi, distribusi logistik, hingga minimnya nilai tambah komoditas lokal. KDMP hadir bukan hanya sebagai koperasi biasa, melainkan sebagai instrumen strategis untuk memutus mata rantai kemiskinan struktural di desa.
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 secara tegas memerintahkan percepatan pendirian KDMP di setiap desa dan kelurahan. Tujuannya jelas, yaitu untuk mendorong kemandirian ekonomi rakyat, mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan sebagai bagian dari Asta Cita kedua, dan pemerataan ekonomi dari desa sebagai perwujudan Asta Cita keenam.
Di Maluku, semangat ini sangat relevan. Saya sebagai anggota Komisi V DPR RI yang berasal dari Dapil Maluku, melihat betapa besar potensi yang bisa dikembangkan lewat koperasi ini.
Masyarakat desa di Indonesia, termasuk Maluku yang memiliki hasil laut, pertanian, hingga kerajinan tangan yang selama ini kesulitan dalam hal pemasaran dan akses modal. KDMP menjadi jawaban atas kesenjangan itu.
Namun, saya juga menyadari bahwa inisiatif besar ini tak lepas dari tantangan. Salah satunya terkait penggunaan Dana Desa sebagai modal awal koperasi. Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-9/MK/PK/2025, dana desa tahap II mewajibkan adanya legalitas KDMP, lengkap dengan akta notaris dan dukungan dari APBDesa.
Regulasi ini di satu sisi mendorong percepatan, namun di sisi lain memunculkan kekhawatiran di lapangan. Para kepala desa, terutama di daerah seperti Maluku yang terbatas dari sisi sumber daya manusia, sering kali dihadapkan pada dilema.
Mereka takut jika koperasi yang mereka bangun gagal, bukan hanya dana desa yang hilang, tetapi juga muncul risiko hukum dan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Di sinilah pentingnya pendampingan yang nyata, bukan sekadar seremonial. Saya mendorong agar pemerintah daerah, khususnya dinas-dinas terkait, benar-benar hadir di tengah masyarakat. Tidak cukup hanya mengeluarkan edaran, tapi harus ada pelatihan manajemen risiko, pendampingan studi kelayakan usaha, hingga bimbingan teknis pengelolaan koperasi yang akuntabel dan profesional.
Pemerintah pusat juga harus memberikan perhatian lebih dalam memfasilitasi kerja sama koperasi dengan perbankan, seperti melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), agar modal koperasi tidak hanya bergantung pada Dana Desa.
Saya percaya, jika koperasi ini dikelola dengan benar, desa-desa di Indonesia termasuk Maluku dapat menjadi pusat pertumbuhan baru. Setiap desa bisa mengembangkan potensi unggulan masing-masing, seperti pengolahan hasil perikanan, sagu, cengkih, maupun wisata bahari.
Koperasi bisa berperan sebagai agregator produk desa, yang tidak sekadar menjual, tetapi juga mengelola distribusi dan logistik secara kolektif. Di tengah tantangan wilayah kepulauan, model seperti ini menjadi sangat penting.
Sebagai anggota Komisi V DPR RI, saya berkomitmen untuk terus mengawal implementasi KDMP ini secara serius. Dalam setiap rapat kerja maupun kunjungan lapangan, saya akan memastikan bahwa pelaksanaan di daerah, khususnya di Maluku, berjalan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, serta mengutamakan kepentingan masyarakat.
Tak hanya itu, motivasi untuk mendorong lahirnya sistem pengawasan berbasis kinerja yang transparan dan berfungsi sebagai sistem peringatan dini mesti terus di galakkan, sehingga setiap potensi risiko bisa segera diantisipasi sebelum menimbulkan dampak besar.
Saya percaya, koperasi bukan hanya urusan ekonomi, tetapi juga alat untuk memperkuat solidaritas sosial dan membangun kemandirian desa.
KDMP adalah cermin dari semangat gotong royong yang menjadi ruh bangsa ini. Jika dikelola dengan bijak, koperasi ini selain sebagai alat ekonomi, juga akan menjadi simbol kedaulatan desa-desa di seluruh Indonesia. Pembangunan desa bukan untuk jargon saja; namun ia adalah jalan menuju keadilan sosial yang nyata, yang bisa kita wujudkan bersama (*)