Oleh: Julius R. Latumaerissa (Akademisi dan Ekonom)

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan berbagai tanggapan liar, bias, subjektif dan sempit dari beberapa oknum yang mencoba mempolitisir pernyataan saya beberapa waktu yang lalu.

Selain itu tulisan ini sebagai bentuk hak jawab saya terhadap tanggapan dari Dr. Early Leiwakabessy, Dekan FEB Universitas Pattimura Ambon yang dilansir beberapa media online.

Sebelum saya masuk kepada inti persoalan yang dicakapakan diruang public saat ini, saya juga mau mempertegas bahwa wawancara saya melalui channel Yutube EZY TV, murni adalah persoalan pembangunan Maluku dan tidak ada tendensius apapun, sebagaimana yang dicakapkan oknum-oknum yang bagi saya adalah mereka yang tidak paham secara utuh dan dilatabelakangi dengan berbagai kepentingan.

Dalam tulisan ini tidak dikandung maksud untuk mendebatkan konsepsi teoritik, karena bukan ruang yang tepat untuk hal itu. Tetapi lebih menjelaskan bagaimana seharusnya kita baik kaum awam atau ekonom di dalam menginterpretasikan data publikasi dalam pemahaman ekonomi yang mudah dimengerti  dan dipahami oleh masyarakat, terutama yang berkaitan dengan persolan pembangunan ekonomi di Maluku.

Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarakan kemampuan Maluku dalam memproduksi barang dan jasa dalam periode tertentu (umumnya satu tahun). Perkembangan PDRB HB tahun 2011 sebesar 21,37 triliun dan HK sebesar 19,6 triliun angka ini terus berkembang dan pada tahun 2021 PDRB HB 48,52 triliun dan HK sebesar 31,7 triliun.

Dalam video saya katakan bahwa ini bukan kenaikan kapasitas produksi tapi karena faktor harga, yang kemudian di deflator dan mendapatkan PDRB HK dan tidak menyalahkan angka pertumbuhan tersebut. Disisi lain saya mengatakan bahwa angka pertumbuhan ekonomi 3,04% tahun 2021 bukan sebagai suatu prestasi.

Karena alasan yang mendasari pemikiran saya bahwa kenaikan angka pertumbuhan itu bukan disebabkan oleh kenaikan kapasitas produksi dari sisi penawaran tetapi lebih ditentukan oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga 71,15% tahun 2020 dan turun menjadi 69,96% tahun 2021.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDRB pada periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 sangat berfluktuatif, diman angka tertinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu 71,85% dan titik terendah terjadi pada tahun 2018 yaitu 69,92%.

Besarnya proporsi konsumsi RT terhadap PDRB disebabkan dorongan konsumsi masyarakat yang tinggi terutama kelompok makanan 63,42% dan persediaan komoditi di pasaran baik produksi local dan impor.

Disis lain konsumsi pemerintah tahun 2021 tercatat 38,92% dan naik menjadi 37,94% tahun 2021 dan konsumsi pemerintah 8,7% (yoy) pada triwulan IV setelah mengalami kontraksi 6,51% (yoy) pada triwulan III 2021.

Secara tahunan pengeluaran konsumsi pemerintah ADHB tercatat sebesar  Rp. 15.638,08 miliar, pada tahun 2017 dan meningkat terus pada tahun 2021 tercatat Rp.18.426,40 miliar rupiah atau meningkat sebesar 17,83%.

Dari sisi penawaran sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar 24% tahun 2020 dan turun 23,23%  tahun 2021. Jika dilihat dari sub-sektor pertanian maka sub-sektor perikanan berkontribusi lebih besar 12,84% tahun 2020 dan turun 12,80% tahun 2021.

Penurunan kontribusi sektor pertanian dapat disebabkan oleh rendah atau lambannya produktivitas sektor pertanian dan faktor iklim. Selain sektor pertanian maka kontribusi  terbesar kedua adalah sektor administrasi pemerintahan 22,86% baik tahun 2020 dan tahun 2021, diikuti sektor perdagangan besar dan eceran masing-masing 13,23% tahun 2020 dan naik 13,37% tahun 2021 atau perubahan 0,14 poin persen.