Akademisi dan Praktisi Harus Bebas Nilai dan Paham ‘End To End Process’
Sekalipun angka kedalam kemiskina turun tapi masih ada di angka3 (tiga) yang artinya jarak antara pengeluaran kelomk miskin Maluku dengan garis kemiskinan Maluku itu masih jauh, dan kondisi ini jelas akan mempersulit penetrasi kebijakan anti kemiskinan, Jadi jangan Cuma melihat angka absulut saja tapi harus dijelaskan pemahaman ekonominya supaya tidak bias.
Demikian halnya dengan keparahan kemskinan 1,05% Maret 2021 naik menjadi 1,06% yang artinya ketimpangan pengeluaran diantara rumah tangga miskin di Maluku masih besar. Pertanyaan saya yang tidak paham ini siapa.?
Masalah kemiskinan Maluku ini multidimensi dan bukan hanya faktor ekonomi tetapi variabel non-ekonomi juga menjadi penyebabnya, sehingga tidak hanya melihat variabel ekonomi tetapi juga variabel non-ekonomi.
Selain itu masalah kemiskinan itu bukan persoalan naik-turunnya persentasi dan jumlh orang miskin, tetapi yang paling penting adalah melihat kedalaman dan keparahan kemiskinan sebagaimana yang saya sebutkan di atas.
Disisi yang lain saya tegaskan bahwa penurunan kedalaman kemiskinan Maluku periode Maret dan September 2021 itu disebabkan terjadi penurunan kedalaman kemiskinan di wilayah perkotaan, dan bukan di wilayah pedesaan padahal jumlah dan persentasi kemiskinan Maluku menurut tempat tinggal maka yg terbesar adalah di wilayah pedesaan. Jadi apa yang mau dikatakan sebagai prestasi.??
Perdagangan Antar Daerah dan Ekspor Impor Maluku
Secara konsptual, yang dimaksudkan dengan ekspor adalah jumlah barang dan jasa yang tidak dikonsumsikan tetapi diperdagangkan ke luar wilayah Maluku. Data BPS mencatat bahwa kegiatan perdagangan antar daerah Provinsi Maluku selalu minus.
Sejak tahun 2011 sesuai data yang ada net ekspor Maluku minus Rp. 7,79 milyar dan terus naik sampai tahun 2021 sebesar Rp. 21, 66 milyar.
Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rasio ekspor terhadap impor Maluku selama lima tahun terakhir tercatat menurun setiap tahun. Apabila nilai rasio XM lebih besar dari 1 (satu) maka ekspor lebih besar dari impor, sebaliknya jika nilai rasio XM lebih kecil dari 1 (satu) maka ekspor lebih kecil dari impor.
Tahun 2017 nilai rasio XM sebesar 0,31, tahun 2018 nilai XM 0,25. Tahun 2019 sampai 2021 nilai rasio XM masing-masing 0,15, 0,13 dan 0,12, yang menjelaskan bahwa kegiatan impor lebih besar dari ekspor.
Pertanyaan saya mengapa ekspor (X) lebih kecil dari impor (M).? jawabannya adalah karena rendahnya kaasitas produksi di Maluku, sebagai akibat lambannya pertumbuhan sektor-sektor ekonomi pada sisi penawan.
Sementara permintaan konsumsi masyarakat Maluku meningkat dengan cepat sehingga produksi lokal Maluku terserap oleh kegiatan konsumsi RT, sehingga untuk menutupi kekurangan persediaan barang maka kegiatan impor dilakukan dengan volume dan nilai yang besar.
Proporsi ekspor (X) terhadap PDRB Maluku 2017-2021 bertendensi menurun secara tajam sebagaimana dilihat tahun 2017 sebesar 19,36%, turun menjadi 13,96% tahun 2018, kemudian 8,65% tahun 2019, dan 6,91% tahun 2020 dan 5,81% tahun 2021.
Hal ini berbanding terbalik dengan proporsi impor (M) terhadap PDRB Maluku. Data BPS menunjukan tahun 2017 proporsi impor 64,31%, tahun 2018 sebesar 56,75%, tahun 2019 tercatat 56,10%, tahun 2020 sebesar 53,92% dan 50,42% tahun 2021.
Dari paparan ini, maka apa yang salah dengan pernyataan saya bahwa kapasitas produksi daerah Maluku rendah.?. Dari aspek ini saya juga berharap kawan-kawan ekonom harus bisa melihat ini secara obyektif dan bebas nilai.
Dalam kasus ini yang tidak jujur itu siapa? dan yang bebas nilai itu siapa.?. Belum lagi kita bicara tentang jumlah bongkar-muat barang di pelabuhan Yos Sudarso. Perlu dipahami bahwa untuk memproduksi barang maka dibutuhkan investasi termasuk barang modal baik lokal maupun barang modal yang diimpor.
Dengan demikian maka data menunjukan bahwa ekspor Maluku turun sangat cepat dan tajam jika dibandingkan dengan kecepatan kenaikan investasi di Maluku. Hal ini dapat dibuktikan dengan rasio ekspor (X) dengan variabel investasi yang dalam PDRB sisi permintaan disebut pembentukan modal tetap bruto (PMTB).
Dalam lima tahun terakhir angka rasio ini turun dari 0.64% tahun 2017, terus turun menjadi 0,43% tahun 2018, 0, 26% tahun 2019 dan tahun 2020 dan 2021 masing-masing 0,21% dan 0,17%.
Masih berkaitan dengan masalah ekspor, maka jika kita lihat ekspor-impor luar negeri (LN) Maluku maka tercatat bahwa ekspor LN Maluku selama lima tahun terakhir itu rendah (X < M).