Akademisi dan Praktisi Harus Bebas Nilai dan Paham ‘End To End Process’
Kalau Dr. Early Leiwakabessy mengatakan bahwa akademisi harus jujur, maka sebaliknya saya katakan bahwa akademisi harus bebas nilai dan paham end to end process.
Masalah pengangguran Maluku tidak hanya sebatas jumlah orang menganggur sebagai selisih dari angkatan kerja dengan jumlah yang bekerja (pengangguran terbuka / open unemployment), tetapi juga harus dilihat kondisi setengah pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Pada Februari 2021 angka setengah pengangguran Maluku 98.186 orang atau 12,59% dari penduduk yang bekerja dan pada Agustus 2021 naik menjadi 102.096 orang atau 12,75%. Dengan demikian maka jika pengangguran terbuka ditambah dengan persoalan setengah pengangguran maka masalah pengangguran Maluku dalam arti luas adalah masalah kronis, dan ini sejatinya adalah tanggung jawab pemda Maluku.
Berkaitan dengan masalah kemiskinan saya tidak mengatakan bahwa angka-angka baik persentasi dan jumlah itu salah. Lalu alasan apa Dr. Early Leiwakabessy mengatakan bahwa saya meragukan dan menyalahkan data BPS.?
Dalam vidio itu saya mengatakan bahwa data periode september adalah sampel kecil dan Maret adalah sampel besar. Logika ekonominya bahwa sampel besar lebih mencerminkan potret kemiskinan Maluku lebih baik karena meliputi semua Kabupaten / Kota di Maluku. Dan hal itu Dr. Early juga mengakui itu.
Mengukur perkembangan Maret dengan September bukan masalah bagi saya, tetapi Dr. Early lupa bahwa secara tahun data yang dilihat adalah data periode Maret, dengan alasan di atas saya sebutkan tadi. Boleh saja dibilang bahwa persentasi kemiskinan Maluku periode Maret 2021 tercatat 17,87% dan turun pada September 2021 sebesar 16,30% atau turun 1,57%. Tapi yang paling benar data tahunan Maret 2020 dengan Maret 2021.
Data menunjukan bahwa Maret 2020 persentasi kemiskinan Maluku 17,44, dan pada maret 2021 naik menjadi 17,87 atau terjadi kenaikan sebesar 0,43%. Data ini yang lebih memberikan gambaran kemiskinan Maluku mendekati kenyataan. Dari sisi jumlah penduduk miskin Maret 2020 tercatat 318.180 ribu orang dan naik menjadi 321.819 ribu orang atau ada kenaikan orang miskin 3.630 orang.
Terlepas dari angka angka ini maka perlu dicatat dan dipahami bahwa selama periode 2019 – 2021 baik periode Maret atau September posisi kemiskinan Maluku tidak berubah, tetap pada urutan ke-4 termiskin di Indonesia secara prosentase relatif dan secara kuntitaif jumlah orang miskin, maka Maluku berada pada urutan ke-20.
Dr. Early hanya melihat ergeseran angka kedalam dan keparahan kemiskinan Maluku, dan menyimpulkan bahwa terjadi perkembangan karena kedalaman kemiskinan turun dari 3,58% Maret 2021 menjadi 3,49% September 2021, tanpa menjelaskan makna ekonomi dari angka tersebut.