Pesawat berputar, dua B-25 terbang dari barat secara berdampingan. Target terpampang jelas di depan mata: sebuah pemancar radio. Tidak jauh di belakangnya, terhampar teluk Ambon yang bermuara ke laut Banda. Tanpa sadar apa yang akan terjadi, sebuah kapal dagang membuang sauh di pelabuhan Halong. Pesawat sangat rendah, 500 m, on the deck, sebuah ketinggian minimum yang masih disebut aman. Begitu rendahnya, tulis Ismail, seolah-olah sayap pesawat tersangkut pada tiang-tiang antena. Untuk itu, lanjut Ismail, ketinggian sedikit ditambah.

Tiba-tiba Noordraven berbelok tajam ke kin disusul belokkan ke kanan sambil menambah ketinggian. Manuver ini lazim disebut split attack. Persis di atas pemancar radio, bomb bay doorM-439 terbuka. Ismail melihat jelas, mulai mengambil ancang-ancang. Empat senapan mesin kaliber 12,7 mm di kiri kanan pesawat, diaktitkannya. Ismail dan awak mencoba untuk tenang.

Saat yang ditunggu tiba. Drum berisi bensin penuh, dilepas dan meluncur ke bawah dengan kencangnya. Ibaratkan terjun payung, 70 meter terlewatkan hanya dalam waktu satu detik saat meluncur. Ismail hanya punya se-per­sekian detik saal drum menyentuh gedung pemancar. Kemampuannya menembak tepat betul-betul diuji di sini. Semua berlangsung begitu dramatis. Sekelebatan. Sementara Noordraven telah meninggalkan target dan terbang ke arah pelabuhan. Sekian detik lagi, drum akan menyentuh gedung dan hampir overshoot.

Bergalau pikiran berbaur ketegangan. Ismail memberondong. Luput! Drum yang dibidik tidak kena. Sial. Dampak membakar seperti napalm, tidak terjadi. “Bagaimana ini,” gerutu Ismail. Tidak ada kesempatan kedua. Tapi untunglah, sebelum detik-detik menentukan itu, Ismail telah melakukan tembakan terobosan ke arah gedung-gedung menjelang pemancar. Perhitungannya, andai gagal, target alternatif tidak luput.

“Daripada gagal sama sekali,” aku Ismail. Beberapa kaki di depannya, Ismail melihat Noordraven sedang menyapu sambil lewat sebuah kapal dagang yang bersandar di pelabuhan Halong. Sebanyak 12 senapan mesin 12,7-nya menghantam kontrol kabin kapal. Ismail yang diliputi rasa dongkol karena gagal menghancurkan target, tidak mau ketinggalan. Dalam kekesalannya. diberondongnya pula kapal malang itu. Sayang pelampiasannya tidak berlangsung lama, karena mendadak mitraliurnya macet dan kebetulan, komandannya memanggil return to base. Padahal, Ismail sempal berniat kembali ke pemancar dan menghancurkan pemancar radio RMS itu.

“Saya tidak dapat menghilangkan kedongkolan, mengingat hasil pelaksanaan tugas yang kurang meyakinkan,” gerutu Ismail dalam perjalanan pulang ke Lanud Kendari. (BB-DIO)