BERITABETA.COM, Jakarta – Disamping membongkar skandal korupsi PT Asabri, pihak Kejagung RI pun mengungkap praktik kejahatan ‘kerah putih’ dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI tahun anggaran 2013-2019. Satu per satu oknum diseret oleh Korps Adhyaksa di Jakarta.

Pada Kamis, (06/01/2022) Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung RI menetapkan 5 orang tersangka baru pada perkara korupsi jumbo tersebut. Mereka berasal dari Group Walet, dan Group Johan Darsono.

Hingga kini perkara ini sebanyak 12 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses penyidikan masih terus bergulir di Kejagung RI.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya Kamis (06/01/2022) menyebutkan inisial lima orang tersangka baru tersebut.

Yaitu AS, Direktur Pelaksana IV/Komite Pembiayaan dan Pemutus awal hingga akhir Group Walet serta selaku Direktur Pelaksana Tiga LPEI periode 2016, yang juga Komite Pembiayaan Group Johan Darsono.

FS, Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2018, JAS Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta periode 2016.

JD, Direktur PT Mount Dreams Indonesia. Kemudian S, Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia.

Ia menerangkan lima orang ini setelah berstatus tersangka langsung ditahan oleh tim penyidik selama 20 hari kedepan, atau sejak 06 Januari 2022 hingga 25 Januari 2022.

"Guna percepatan proses penyidikan, maka lima orang tersangka ini langsung ditahan,” jelas Simanjuntak.

Untuk tersangka AS, FS, dan JD dititipkan pada Rumah Tahanan Negara atau Rutan Salemba Cabang Kejagung. Sedangkan tersangka JAS dan S, ditahan pada Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Leonard Simanjuntkan membeberkan duduk perkara ini secara singkat. LPEI, kata dia, telah memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik [good corporate governance], dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI.

Hal tersebut telah memberi dampak pada meningkatnya kredit macet atau non-performing Loan pada 2019 yaitu sebesar 23,39 persen.

Berdasarkan laporan keuangan LPEI per 31 Desember 2019 menyebutkan perbuatan para tersangka telah merugikan negara dalam tahun berjalan kurang lebih Rp4,7 Triliun.

Dia mengungkapkan, LPEI juga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada 8 group. Yaitu sebanyak 27 perusahaan tanpa melalui prinsip GCG, dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI.

Dia menguraikan Laporan Sistem Informasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam posisi kolektibilitas 5 [macet] per 31 Desember 2019 sebagai berikut;

Group Walet terdiri dari tiga perusahaan. Untuk CV Mulia Walet Indonesia, awalnya memperoleh pembiayaan sebesar Rp90 miliar. Kemudian di take over ke PT Mulya Walet Indonesia, dengan jumlah pembiayaan sebesar Rp175 miliar.

Lalu PT Jasa Mulya Indonesia memperoleh pembiayaan sebesar Rp276 miliar. PT Borneo Walet Indonesia memperoleh pembiayaan sebesar Rp125 miliar.

Untuk Group Walet total fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar Rp576 miliar. Masing-masing; PT Kemilau Kemas Timur menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar.

CV Abhayagiri Timur menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar. CV Multi Mandala menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar. CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar.

CV Inti Makmur menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar. PT Permata Sinita Kemasindo menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar. PT Summit Paper Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp199,6 miliar.

PT Ellite Paper Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar. PT Everbliss Packaging Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp200 miliar.

PT Mount Dreams Indonesia menerima pembiayaan sebesar Rp645 miliar, PT Gunung Geliat menerima pembiayaan sebesar US$ 30 Juta atau Eqv IDR [kurs:11.500] senilai Rp345 miliar.

Adapula PT Kertas Basuki Rahmat menerima pembiayaan sebesar US$ 45 Juta atau Eqv IDR [kurs:11.500] senilai Rp460 miliar.

Untuk Group Johan Darsono total fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI lebih kurang Rp2,1 triliun.

Dari perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara tersebut, maka tim penyidik menetapkan lima orang di atas sebagai tersangka.

"Akibat perbuatan melawan hukum dimana berdasarkan perhitungan sementara penyidik, kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Group Walet dan Group Johan Darsono mencapai Rp2,6 triliun. Saat ini perhitungan kerugian keuangan negara masih dilakukan oleh BPK RI,"timpalnya.

Para tersangka diancam dengan pidana Primair yakni Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Subsidiair Pasal 3 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, dalam perkara ini sebelumnya Kejagung RI telah menetapkan tujuh orang tersangka yang diduga merugikan negara Rp4,7 triliun.

Adalah IS, mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi LPEI 2016-2018. NH, mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis II LPEI 2017-2018, EM mantan Kakanwil Makassar LPEI 2019-2020.

CRGS, mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis LPEI Kanwil Surakarta 2015-2020. AA Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta 2016-2018, serta ML, mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, dan RAR Manager Risiko PT BUS Indonesia. (BB)

 

Editor: Redaksi