Sementara itu, untuk mencapai net zero emission, IESR memperkirakan nilai investasi yang diperlukan hingga 2030 menyentuh US$25 miliar sampai US$30 miliar per tahun, atau sekitar Rp 420 triliun per tahun. Angka tersebut akan lebih tinggi pada 2030–2050, yakni mencapai US$50 miliar hingga US$60 miliar per tahun.

Nilai investasi itu termasuk untuk pengembangan teknologi rendah karbon di sektor kelistrikan, transportasi, dan industri. Fabby menyebut, investasi itu juga mencakup pengembangan green hidrogen, serta bahan bakar sintetik untuk sektor transportasi yang tidak dapat dielektrifikasi, seperti pesawat dan kapal.

Dari sisi industri batubara, anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan industri batubara membutuhkan sinyal yang lebih kuat melalui pajak karbon agar dapat ikut bertransformasi dan mendukung dekarbonisasi sistem energi.

“Konteksnya begini, kita menerapkan pajak karbon USD 5 per ton. Aktornya akan berpikir kalua gitu dipajakin saja tidak apa-apa (pajak rendah-red). Jika demikian adanya maka peraturan tersebut sama saja tidak berfungsi. Kecuali kalau seperti di luar (negeri), pajaknya USD 50 pasti sudah mikir banget mau pake fossil,” kata Wawan (*)

Editor : Redaksi