Para ekonom kritis telah mengingatkan melalui temuan risetnya yang menyebutkan tidak ada hubungan yang liner antara praktik sistem demokrasi dengan kesejahateraan ekonomi suatu negara. Artinya sebuah sistem yang demokratis tidak menjamin tercapainya kesejahteraan ekonomi. Justru bisa muncul kesejangan ekonomi dan penurunan derajat kesejahteraan masyarakat.

Itu juga menjelaskan kesejahteraan tidak ditentukan oleh keterpilihan pemimpin dalam sistem yang demokratik. Tetapi ditentukan oleh banyak variabel yang bekerja saling mempengaruhi dalam masyarakat.

Contoh variabel yang bekerja membentuk kesejahteraan itu dapat dilihat dari tumbuh bekerjanya institusi masyarakat yang semakin modernis. Atau tumbuhnya inisiatif masyarakat yang membentuk kerja-kerja politik demokrasi secara rasional dan inklusif  serta standar-standar relasi yang profesional.    

Keempat, bila merujuk pada keadaan pandemik global sejak tahun 2020 maka pandangan narasumber yang menyebutkan kegagalan kepemimpinan Murad – Orno dengan berberdasarkan data kuantitatif BPS menjadi tidak realistis. Sebab kepemimpinan keadaan normal Murad – Orno dilantik sejak dilantik 2019 yang berlangsung dalam hitungan bulan dan setelah itu masuk dalam keadaan pandemik Covid-19.

Diketahui bersama keadaan pandemik Covid-19 melumpuhkan sektor ekonomi dan menghentikan seluruh kebijakan anggaran yang diarahkan fokus kepada pencegahan dan pengetasan Covid-19.  

Maka tidak logis kritik keberhasilan dan tidaknya kepemimpinan gubernur atau kepala daerah hanya semata dengan menarik ukuran data formalistik BPS ke ruang publik. Lalu dengan data tersebut juga lantas serta merta menyalahkan publik, dialamatkan bodoh tidak mampu membaca dan memahami data BPS.

Sebagai perbandingan reflektif, bila merujuk pada fakta yang tampak depan mata keadaan sosial daerah Maluku jauh lebih baik dari daerah lain di Kawasan Indonesia Barat. Pasalnya sekalipun prosentase data kemiskinan Maluku ala BPS tertinggi tetapi sampai saat ini tidak ada pengemis (tuna karya) di jalan raya dan orang yang terlantar secara massif (tuna wisma).

Tentu masih banyak fakta dan data empirik bahwa kemiskinan daerah perlahan bisa teratasi dengan merujuk pada penerapan Undang-Undang desa dan pengelolaan dana desa yang terbilang besar. 

Walau begitu kita tidak menutup mata bahwa pengangguran daerah cukup besar dan terus menjadi masalah yang berkelanjutan. Namun juga perlu disadari fakta lain yang semestinya menjadi kesadaran bersama adalah kita memiliki masa lalu yang kelam – konflik horizontal dan hingga kini kita bisa melihat dan merasakan hingga kini dengan munculnya berbagai letupan-letupannya konflik komunal.

Keadaan historis itulah seharusnya dapat dilihat dan dikritis bersama, karena itu menjadi variabel penentu kepercayaan dunia luar terhadap Maluku.

Butuh Ikhtiar Politik Bersama

Berangkat dari respon kritis saya di atas, maka sejatinya evaluasi kepemimpinan daerah tidak semata diletakan dalam posisi figuritas kepala daerah, melainkan dalam sebuah sistem sosial daerah Maluku. Sebab kepemimpinan saat ini adalah kepemimpinan demokratik.

Kepemimpinan yang dilahirkan dari tangan rakyat dan berbagai kompromi politik elit daerah dan pusat. Sebagaimana kita pahami bersama cara-cara evaluasi yang terpusat pada figuritas kepala daerah adalah cara lama atau cara strukturalis yang mengandaikan nasib masyarakat akan berubah dari tangan kepala daerah.