Oleh : Azis Alzubaidy (Wasekum Eksternal BADKO HMI Maluku-Maluku Utara periode 2018-2020)

GERAKAN ‘Save Kilmury’ sudah berusia dua tahun lebih menjelang tiga tahun. Sebuah gerakan yang dipelopori anak-anak muda kecamatan Kilmury Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai suara rintihan atas pembangunan dan perlakuan yang sama.

Berbagai permasalahan fundamental yang dialami masyarakat tak terselesaikan. Mulai dari masalah listrik, jaringan telekomunikasi, infrastruktur jalan, transportasi, sarana pendidikan dan kesehatan.

Dalam gerakan yang dilakukan Ibrahim Kwairumaratu dan rekan-rekannya kala itu, sebuah tema besar yang diangkat adalah 72 tahun Kilmury hidup tanpa Negara. Hingga kini, Indonesia pada usianya yang ke -74 tahun suara minor itu masih terus diteriakkan dalam setiap momentum di negeri ini.

Beberapa hari terakhir ini, publik dibuat kaget dengan tersebarnya foto sebuah bangunan sekolah di Desa Kamar, Kecamatan Kilmury, Kabupaten Seram Bagian Timur. Dalam foto itu terlihat jelas aktifitas siswa/siswi pada sebuah bangunan sekolah yang dindingnya terbuat dari gaba-gaba, beralas tanah dan beratap rumbai (daun sagu).

Selain bangunan, kondisi tempat duduk juga amat memprihatinkan. Tidak tersedia kursi, terdapat beberapa meja belajar yang sudah pincang, ditambah papan-papan bekas yang ditaru sebagai pengganti meja.

Padahal, butir kelima Pancasila telah jelas. ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Tapi faktanya, Kecamatan Kilmury masih saja menjadi anak tiri di Republik ini. Boleh dibilang luput dari penglihatan dan perhatian soal pembangunan.

Masih segar dalam ingatan, pada satu kunjungan mantan Gubernur Maluku Ir. Said Assagaf dan rombongan ke Kecamatan Kilmury, kala itu hadir pula Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur Abdul Mukti Keliobas. Dalam kunjungan yang dilakukan tahun 2017 itu, kedua pucuk pimpinan (Gubernur Maluku dan Bupati Seram Bagian Timur) berjanji di hadapan masyarakat, awal 2018 Kilmury akan dikepung pembangunan.

Tapi faktanya, hingga pada 2019 ini tak ada pembangunan apa-apa. Janji yang disampaikan di hadapan masyarakat Kilmury hanya pemanis belaka. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur Abdul Mukti Keliobas untuk diwujudkan pada sisa periodesasi ini.

Tak sebatas di situ, di kesempatan lain, aksi tiup pelita yang dilakukan Wakil Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur Fachri Husni Alkatiri sebagi simbul digantikan lilin dan pelita menjadi penerangan listrik pun tak membawa hasil. Prosesi itu dilakukan hanya sebatas menghibur hati masyarakat.

Sangat miris, Kilmury masih saja menjadi anak tiri di republik ini. Betapa ironisnya Indonesia sebagai sebuah negara dengan usia 74 tahun, masih terdapat banyak daerah yang tersisolasi, jauh dari sentuhan pembangunan infrastruktur, apalagi kualitas sumberdaya manusianya.

Bagai sebuah elegi, pada perayaan Kemerdekaan Indonesia yang ke 74 tahun ini.  Saat Indonesia berdiri kokoh sebagai sebuah negara dengan tema perayaan ‘SDM Unggul, Indonesia Maju’ masih saja ada wajah muram terlihat. Seharusnya menjadi perenungan dan evaluasi bersama. Sebab untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang unggul, mestinya didukung oleh infrastruktur pembangunan yang memadai.

Kita hanya berimajinasi pada sumberdaya manusia yang unggul, tapi pada sisi pembangunan infrastruktur masih sangat tertinggal. Setidaknya kondisi pada MTs Kamar, Kecamatan Kilmury,  Kabupaten Seram Bagian Timur menjadi catatan penting untuk dibijaki.

Komitmen Bernegara Masyarakat Kilmury

Kendati tertinggal pada pembangunan, kurangnya perhatian dan sentuhan pada Kecamatan Kilmury, tapi itu tak menyurutkan semangat bernegara. Masyarakat Kilmury masih tetap berdiri dengan lambang merah – putih dan berpegang pada Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Dalam momentum hari-hari besar keindonesiaan, masyarakat Kilmury selalu ikut serta memperingati dan memeriahkannya. Satu yang menjadi bukti kecintaan masyarakat pada negara adalah, jelang Dirgahayu ke- 74 tahun Republik Indonesia ini, tiang-tiang dengan bendera merah-putih berdiri kokoh dan berkibar di halaman rumah warga. Ini bukti komitmen dan kecintaan pada Indonesia.

Setidaknya, di usia Indonesia yang semakin tua ini, daerah-daerah yang masih tersisolasi, terpuruk dan tertinggal oleh pembangunan infrastruktur dapat dijamah. Sehingga imajinasi dan cita-cita pada sumberdaya manusia yang unggul dapat terwujud.

Sebab kalau bicara sumberdaya manusia maka pendidikanlah sebagai pondasi, yang hendak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Begitu pun infrastruktur lainnya sebagai faktor penunjang dalam sisi pembangunan itu sendiri. (***)