BERITABETA, Ambon – Anggota Komisi VII DPRD RI asal Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Maluku,  Mercy Ch. Barends menegaskan pihaknya bersama Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas dan PT. Pertamina (persero) terus mendorong terwujudnya program nasional  Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga di wilayah Provinsi Maluku.

Namun, upaya-upaya yang kini ditempuh Komisi VII DPR RI, BPH. Migas dan PT. Pertamina,  tidak segampang dengan apa yang dibayangkan. Sebab, banyak faktor penyebab yang menjadikan pihak ketiga (agen penyalur) BBM  merasa berat untuk terlibat di dalam program pemerintah itu.

“Kendalanya saat ini banyak agen-agen penyalur BBM di Maluku enggan masuk pada wilayah-wilayah yang memiliki akses transportasi yang terbatas. Ini karena margin fee yang diperoleh sangat kecil, sehingga kebanyakan dari para agen itu memilih wilayah-wilayah perkotaan, semisal kota Ambon dan kota-kota kabupaten,”tandasnya kepada wartawan usai melakukan acara rama tama dengan warga di Kawasan Belakang Soya, Kota Ambon, Rabu (28/11/2018) malam.

Meski demikian, kata vokalis PDP-Perjuangan Maluku ini, ada tiga hal penting yang kini menjadi fokus dan target dari  Komisi VII DPR RI  bersama mitranya.

Antaranya, mempermudah izin bagi pihak swasta sebagai penyalur BBM, membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menikmati BBM satu harga, terutama bagi konsumen  yang ada di wilayah-wilayah perbatasan dan menghindari atau memutus mata rantai  spekulasi harga BBM.

Dikatakan, untuk wilayah Maluku terdapat sejumlah daerah yang memiliki kebutuhan BBM yang cukup tinggi, namun latak wilayah dengan akses yang menyulitkan,   membuat para agen penyalur BBM di Maluku, merasa kesulitan.

“Logikanya begini untuk menyumpai 1 ton minyak saja ke sejumlah kawasan yang minim akses itu, harga sewa kapal atau transportnya itu sebanding dengan 10 kali lipat harga BBM 1 ton yang dibawa para agen tersebut,”tandasnya.

Mercy menjelaskan, meskipun terdapat kendala yang cukup pelik dalam mewujudkan program ini, namun bagi instansi terkait dan Komisi VII DPR RI, upaya mewujudkan pemberlakuan BBM satu harga ini adalah hal mutlak dan tidak ada pilihan, selain tetap didorong.

Menurut Mercy, solusi yang kini ditempuh bersama,  berupa intervensi pihak pertamina dalam mengatasi transportasi BBM. Jadi BBM yang disalurkan pihak Pertamina, tetap dikawal sampai ke agen penyalur berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) hingga Agen Premium dan Minyak Solar (APMS).

Namun selama ini, diakuinya, yang sering menjadi masalah itu, ketika BBM ini lepas dari APMS, biasanya dijual ke Sub Penyalur BBM. Dari Sub Penyalur inilah kemudian harga BBM tidak dapat dikontrol, karena sudah ada ditangan pengecer. Ini yang membuat harga BBM tidak dapat dikendalikan.

“Salah satu cara yang kini kami tempuh itu yakni dengan gencar melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah, dengan menjelaskan keberadaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang hasilnya akan dikembalikan ke daerah,” jelasnya.

Mercy mejelaskan, pihaknya telah melakukan sosialisai tentang PBBKB di beberapa daerah. Misalnya, di Kota Tual, pada pekan kemarin.

PKB ini, tentunya sangat menguntungkan pihak daerah. Sebab,  setiap saat hasil pajak kendaraan ini, akan disetor pihak Pertamina ke Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan, kemudian bagi hasil dari PBBKB itu, 70 persennya akan di kembalikan ke pemerintah daerah untuk dibagi habis berdasarkan besar penerimaan yang diterima dari PBBKB ini.

“Ini yang kita dorong dan mengkondisikan kepada pemerintah daerah. Dan sampai tahun 2018 ini, hasil dari penerimaan PBBKB itu untuk Maluku sudah mendekati angka Rp. 200 miliar.

Untuk itu, tambahnya, harapan kedepan hasil dari PBBKB yang dikembalikan ke daerah dalam bentuk pendapatan daerah ini, tidak dipergukan untuk pembiayaan program lain di daerah, namun tetap untuk memperkuat pembiayaan di sector energy, tentunya dalam bentuk pembiayaan dalam mengawal transportasi BBM sampai ke sejumlah wilayah pelosok di Maluku.

“Inilah solusi yang kita tempuh, agar pemerintah  daerah dapat mengawal proses distribusi BBM ini hingga ke tangan sub penyalur di wilayah-wilayah terpencil di Maluku. Dengan harapan program BBM satu harga dapat dinikmati konsumen di daerah terpencil dengan harga yang sama dengan wilayah perkotaan,”tandas Mercy Ch. Barnds (BB-DIO)